TAQLÎB MAKÂN AL-HARF DALAM
KAJIAN BAHASA ARAB
A.
Pengertian Taqlîb al-Makân
1.
Qalbu
al-Makan secara bahasa
Secara
etimologi taqlîb al-makân terdiri dari dua kata, yaitu: taqlîb dan
makân. Taqlîb berasal dari kata (قلب- يقلب – تقليبا) artinya: membolak-balik atau merubah[1].
Sedangkan Makan berasal dari kata (مكّن – يمكّن – تمكينا)
artinya: kedudukan atau posisi.[2]
Berarti taqlîb al-makân adalah membolak-balik atau merubah kedudukan
atau posisi.
Secara
terminologi taqlîb al-Makân dipahami oleh ulama bahasa secara beragam. Al-Tsa’laby
dalam Sunan al-‘Arab[3]
menjelaskan bahwasanya taqlîb itu adalah menempatkan sebagian huruf ke tempat
huruf yang lain dalam satu kata. Al-Suyuthi
mengutip ungkapan Aby Hayân di dalam kitab al-Luma’[4]
menjelaskan bahwasanya al-qalbu al-makân itu adalah
menempatkan satu huruf ke tempat huruf yang lain dengan cara mendahulukan atau
mengakhirkan, yang mana metode ini diterapkan kebanyakan pada huruf mahmûz
dan mu’tal adapun penerapan pada huruf yang lainnya hanya sedikit. Ibn
Malik[5]
memberikan contoh pada mu’tal dan mahmûz seperti هاري pada هائر , شاكي pada شائك , راء pada رأي.
2. Qalbu al-Makân menurut Kufah dan Basrah
Terjadi
perbebadaan pendapat antara ulama Kufah dan Basrah mengenai qalbu al-makân.
Ulama Basrah menolak adanya qalbu al-makân pada pada sebuah kata,
menurut mereka kata seperti (جبذ , جذب) bukanlah sebuah qalbu al-makân karena
ini adalah dua kata yang berbeda yang salah satunya tidak menjadi asal bagi
yang lainnya. qalbu al-makân sendiri menurut mereka bukanlah
membolak-balik huruf dalam satu kata, akan tetapi sama halnya dengan tashrif
seperti: (شاكي, شائك) salah satunya menjadi asal bagi kata lain.[6]
Sebaliknya
Ulama Kufah mengakui adanya qalbu al-makân harf dalam satu kata, bahkan
memperluas makna qalbu makan itu sendiri secara mutlak terhadap dua kata
yang berbeda bentuk dengan syarat memiliki keterkaitan makna dengan cara
mendahulukan sebagian huruf ketempat huruf yang lain, meskipun berada dalam
satu bentuk tashrîf.[7]
Ibn Muadib
mengutip dari al-Kasa’i tentang berlakunya qalbu al-makân terhadap huruf
dalam satu kata, bahkan menurut al-Kasa’i ahlu fusohâ’ banyak melakukan
hal seperti ini, seperti: (ضب = وبض, رجل مكلب = مكبل) kemudian al-Kasa’i bertanya kepada orang
yang memiliki pengetahuan terhadap bahasa Arab mengenai qalbu al-makân apakah
bentuk ini sekedar qiyasan atau tidak? Maka dijawab : itu bukanlah qiyas,
artinya qalbu al-makân adalah bentuk yang mutlak.[8]
3. Shohîh dan Mu’tal
Sebelum
pembahasan panjang tentang sebab dan bentuk qalbu al-makân penulis terlebih
dahulu menjelaskan pada huruf-huruf yang diubah atau diganti ketika dilakukan
metode ini.
Dalam
Ilmu Shorf dijelaskan, bahwa bentuk-bentuk model
setiap kata biasa disebut dengan Bina’. Bentuk ini terbagi menjadi dua
bagian :
a.
Bina’
Shohîh
Bentuk Shohih adalah satu kata yang di dalamnya tidak
mengandung huruf-huruf ‘illah, Shohih terbagi menjadi tiga bagian:
1)
Salîm: satu kata yang tidak ada didalamnya huruf-huruf ‘Illah,
huruf Mahmûz, dan juga tidak ada bentuk Tadh’îf. Contohnya:
ضرب, سلم, كتب
2)
Mahmuz : satu kata yang terdapat didalamnya terdapat huruf hamzah
(الهاء). Contohnya:
-
مهموز
فاء الفعل : أكل, أخذ
-
مهموز عين الفعل : سأل, رأي
-
مهموز لام الفعل :
قوأ, كلأ
3) Mudha’âf : satu kata yang terdapat didalamnya dua
huruf yang sama pada ‘ain fi’il dan lam fi’il, yang kemudian
digabungkan dengan ditambahkan harakat tasydid padanya. Contohnya:
b.
Binâ’
Mu’tal
Bentuk Mu’tal adalah: satu kata yang terdapat didalamnya
huruf-huruf ‘Illah (الألف, الواو, الياء), Mu’tal ada empat bagian:
1)
Matsal: satu kata yang terdapat di dalamnya ‘illah pada fa
fi’il. Contohnya: وصل, يسر.
2)
Ajwâf
: satu kata yang terdapat didalamnya ‘illah pada ‘ain
fi’il. Contoh: قال, سار.
3)
Nâqish: satu kata yang terdapat didalamnya ‘illah pada lam
fi’il. Contoh: مشي, جري.
4)
Lafîf
: satu kata yang terdapat didalamnya dua huruf ‘illah.
Terbagi dua bagian:
-
Lafîf
Mafrûq: huruf ‘illah pada fa
fi’il dan lam fi’il.
Contoh: وقي, وفي
-
Lafîf
Maqrûn: huruf ‘illah pada ‘ain
fi’il dan lam fi’il.
4.
Sebab-sebab
terjadinya qalbu makâniy:
a.
Meringankan
lidah dalam pengucapan, seperti: kata جاء sebagai ism fa’il dari kata جاء
, asal katanya adalah جائيء,
ketika terkumpulnya dua hamzah pada akhir kata, maka hamzah yang
kedua dirubah ي menjadi جائي, kemudian ي dihapus menjadi جاء.
b.
Meletakkan
satu huruf ke tempat huruf yang lain karena kesalahan bahasa yang tidak
disengaja baik dalam tulisan dan perkataan, sebagaimana perkataan orang-orang
Tripoli dalam kata نصف menjadi
نفص, أنصاف menjadi أنفاص, زوج menjadi جوز , dan
orang-rang Mesir mengatakan: مسرح menjadi مرسج, عطشان menjadi عشطان, dan orang Jazair mengatakan pada kata : أرانب
menjadi أنارب, maka takaran wazan semuanya adalah: نفص (فلع), أنفاص (أفلاع), جوز (لعف), مرسح (معفل), عشطان(فلعان), dan
أنارب(أعافل).
c.
Melepaskan
kesulitan dalam pengucapan untuk rasa yang aman, seperti kalimat: أشياء kata
jama’ dari شيء kata jama’ yang aslinya adalah شيئاء
dengan wazannya فعلاء, karna bertemunya dua hamzah maka dikedepankan hamzah pertama (lam
kalimat) kepada tempat (fa’ kalimat) menjadi أشياء dengan wazan لفعاء.[11]
a. Mengedepankan a’in fi’il ketempat fa fi’il, takaran فعل menjadi عفل, seperti contoh:
1) Kata أَيِسَ dengan takaran عَفِلَ, dengan mengedepankan
‘ain keatas fa atau mengedepankan hamzah keatas ya’
yang asal katanya adalah يَئِسَ.
2) Kata جَاهَ dengan takaran عَفَلَ, asal katanya وَجَهَ dengan takaran فعل, dikedepankan a’in keatas
fa maka kalimatnya menjadi جوه kemudian huruf waw diubah
menjadi alif dan kalimatnya menjadi جاه.
3) Kata آرام jama’ dari رئم dengan takaran أعفال, kata aslinya adalah أرءام mengedepankan hamzah keatas ra,
lalu digabungkan dua hamzah dan mengubah hamzah kedua menjadi mad
dari jenis harakah maka menjadiآرام .
4) Kata أينق dengan takaran أعفل yang aslinya أنيق dengan takaran أفعل dan asli lainnya أنوق orang arab sulit dalam
pengucapan dhammah atas waw kemudian dikedepankan
menjadi أونق kemudian waw
diubah menjadi ya menjadi أينق.[13]
b. Mengedepankan lam ketempat ‘ain dan ‘ain ketempat lam,
takaran فعل menjadi فَلَعَ, dengan contoh
berikut:
1) Kata قِسِّيٌّ dengan takaran wazannya فلوع, kalimat mufrodnya قوس asal katanya adalah قووس dengan takarannya فعول dikedepankan huruf lam fi’il
(sin) keatas ‘ain fi’il menjadi قسوو, kemudian waw pertama
diganti dengan ya menjadi قسوي, lalu huruf waw kedua
diganti ke ya menjadi قسي, kemudian harakat dhommah diganti
menjadi kasrah, sibawaihy memberikan alasan karena kurang disukai
penggabungan dua waw dan dua dhommah.[14]
2) Kata ناء dengan takaran wazannya
فلع asal dari kata نأي dengan takaran فعل, dikedepankan huruf ya ke
hamzah menjadi نيأ, kemudian huruf ya diubah menjadi alif
3) Kata شاك dengan takaran فال, asal katanya adalah شائك, huruf kaf di kedepankan
atas hamzah dan kembali pada asal mu’talnya yaitu
شاكو, kemudian huruf waw diubah menjadi ya menjadi
شاكي, lalu huruf ya diubah menjadi harakat tanwin
شاك.
4) Kata جاء dan شاء dengan takaran فال asal katanya adalah جائئ kata ism fa’il bertemunya
dua guruf hamzah yang membuat berat dalam pengucapan, kemudian mengubah
posisi huruf lam ke ‘ain menjadiجائي dengan takaran فالعkemudian huruf ya dihapus dengan takaran فال.[15]
c. Mengedepankan huruf lam keatas fa mengubah takaran فعل ke لفع seperti kalimat أشياء seperti contoh sebelumnya
takarannya لفعاء menurut Sibawaih dan para jumhur Basrah dan
takaran أفعلاء menurut Ahfash dan Fara’
d. Mengedepankan huruf ‘ain keatas lam dan mengakhirkan huruf
fa takarannya menjadi علف model ini sangat sedikit seperti الحادي dan الطادي
1) Kata الحادي adalah ism
fâ’il dari kata واحد dengan takaran فاعل kemudian terjadi qalbu makân dengan takaran العالف dengan mengakhirkan
huruf waw setelah huruf dal menjadi الحادو kemudian huruf waw di ubah menjadi ya menjadi الحادي.
2) Kata الطادي adalah ism fâ’il asal kata dari وطد seperti
dikutip dari Ibn Jinny dalam kitab al-Khasâis [16],
perubahannya sama seperti kata الحادي.
e. Mengedepankan huruf lam pertama keatas ‘ain pada kata
lebih dari tiga huruf dan kata ini sangat sedikit yaitu dengan takaran فلعل, seperti contoh طأمن asal dari kata طمأن dengan takaran فعلل dengan mengedepankan hamzah keatas
mim ini menurut pendapat kelomok Sibawaih.[17]
6. Ciri-Ciri Qalbu Makan:
Qolbu makan dapat diketahui dengan beberapa ketentuan yang
telah ditetapkan oleh para ulama Shorf :
a. Jika suatu kata berasal dari kata kerja atau nama, dapat diketahui
dengan mengembalikan kepada masdar yang telah di taqlîbkan,
sebagai contoh:
1) Kata الجاه berasal dari masdar وجه darinya menjadi توجه مواجهة, semua kata ini terdiri dari huruf waw,
jim, dan ha, yang mana semua bisa
berubah dengan berbagai bentuk secara qalbu makân . Ibn Jinni berkata:[18]
Farra’ berpendapat bahwa الجاه berasal dari
kata الوجه.
2) Kata ناء berasal dari
masdarالنأي, asal hurufnya adalah nun, hamzah, dan ya
disana
terdapat qalbu makân dalam kalimat.
b. Jika kalimat berbentuk jama’ maka untuk mengetahuinya dengan
mengembalikan ke bentuk tunggal, seperti kalimat: آراء kata jama’ dari رأي dan asal katanya adalah آرءاء, kemudian huruf hamzah kedua
dikedepankan sebelum huruf ra dengan menjadi أأراء, maka bertemu dua hamzah diawal kalimat yang mana awal hamzah berharakat
sedangkan yang kedua sukûn, kemudian hamzah kedua ditaqlibkan
menjadi jenis harakat menjadi آراء.
c. Dengan melihat kepada asal bentuk tashrif dari nama fâ’il
yang berasal dari kata kerja berbentuk ajwâf , dari kalimat ini terdapat
dua hamzah yang bertemu pada akhir kalimat, kemudian ‘ain fi’il diganti
dengan hamzah seperti kata جاء dengan takaran wazannya فال dari asal kata جائئ dengan takaran فالع seperti contoh sebelumnya.
d. Kalimat yang jarang dipakai seperti kata آدر kata jama’ dari دأر, kata yang sering dipakai adalah أدور kemudian huruf hamzah di kedepankan
sebelum dal menjadi أأدر, kemudian huruf hamzah diubah menjadi alif
karena berharakat sukûn, dan ketika bertemunya dua huruf alif maka menjadi آدر dengan takaran wazan أعفل.
e. Ketika ada suatu kata terdapat didalamnya huruf ‘illah, maka
terdapat taqlîb makân seperti contoh : أيس dengan
takaran عفل,
kemudian huruf ya diubah menjadi
menjadi alif ketika dua alif bertemu
maka alif kedua berubah menjadi
harakat menjadi آس, maka ketika ada kata
berbentuk أيس
sebenarnya kata itu berasal dari bentuk يئس.
f. Ketika bertemu perkataan dalam al-Qur’an yang ada kaedah dalam ilmu
nahwu dan sorf, dari kata شيئ yang jama’nya menjadi شيئاء dengan
takaran فعلاء diubah menjadi أشياء dengan
takaran لفعاء, seperti contoh ayat berikut :
[1]
AW. Munawwir, Op.cit. H. 1145
[2]
Ibid.,H. 1353
[3] Suhbi shâlih, Dirasât fi Fiqh
al-Lughoh, (Beirut, cet.8, 1980)h. 371
[4] Jalaluddin Al-Suyûthi, Ham’u
al-hawâmi’, (tt., Mu’assasah al-Risâlah)jl.6 h. 276
[5] ‘Abd al-Rahman al-Sayid, Syarh
al-Tashil Li Ibn Malik, (tt. Dâr el-Hijr)h. 316
[6]
Mu’min bin Sobri al-Gannam, Manhaj al-Kûfiyin
fi al-Shorf, (Riyadh: Unv. Um al-Quro, 1997)j.1, H.280
[7]
Op.cit, H. 278
[8]
Ibid.
[9]
Ahmad Hamlawi, Syaz
al-‘Urfi fi Fann al-Shorfi, (Cairo, Dar al-Salam, 2006)h. 24-25
[10]
Ibid, h. 25-27
[11]Nuriy ‘Ali Syarinah dkk., al-Wâdhih
fi ‘Ilm al-Sorfiy, (Tripoli, al-Jamahiriyah al-‘Udzma, Kuliyyah al-Da’wah
al-Islamiyah) h. 23
[12] Ibid. h.24
[13]
Sayid Muhammad Murtadho
al-Zubaidy, Tâj al-‘Urs, (Bangaza, Dâr Libya, lm. tt), jld. 4,h. 103
[14] Sibawaih Abu Basyr ‘Amru bin
‘Utsmân, (tt. Al-Hai’ah al-‘Ammah li al-Kitab, 1975)Jld.4, h.380
[15] Ridho al-Din al-Istrabaziy,
(beirut, tt, 1975)Jid.1, h.27
[16] Ibn Jinniy, al-Khasâis, (al-Najar,
tp, tt) Jld.2, hlm.78
[17] Sibawaih , h.381
[18] Ibn JInniy., h.76
[19] Nuriy ‘Ali Syarinah dkk., al-Wadhih
fi ‘Ilm al-Sorfiy, h. 27-29
No comments:
Post a Comment