Monday, March 4, 2019

Perempuan yang tidak Baik dalam Al-Qur’an


Perempuan yang tidak Baik dalam Al-Qur’an
Dalam membahas tentang perempuan-perempuan yang tidak baik dalam al-Qur’an, ada beberapa perilaku yang diungkapkan, yaitu:
-          Perempuan yang mengolok-olokkan perempuan lain terdapat pada QS. al Hujurat [49]: 11
-          Perempuan yang melakukan perbuata keji terdapat dalam QS. al Nisa’ [4]: 15
-          Perempuan yang berkhianat terdapat dalam QS. al Tahrim [66]: 10
-          Istri Nabi Luth As terdapat dalam QS. al Naml [27]: 57, QS. Hud [11]: 81, QS. al Ankabut [29]: 32, 33, QS. al A’raf [7]: 82, QS. al Hijr [15]: 60
-          Istri Abu Lahab terdapat dalam QS. al Lahab [111]: 4
-          Istri al-‘Aziz dan perempuan-perempuan yang ada disekitarnya terdapat dalam QS. Yusuf [12]: 21, 30, 50, 51.
Di sini penulis akan mengemukakan dua ayat diantara ayat-ayat tersebut yang penulis anggap bisa mewakili ayat-ayat tersebut yaitu firman Allah dalam QS. al-Tahrim [66]: 10.
šUuŽŸÑ ª!$# WxsVtB šúïÏ%©#Ïj9 (#rãxÿx. |Nr&tøB$# 8yqçR |Nr&tøB$#ur 7Þqä9 ( $tFtR%Ÿ2 |MøtrB Èûøïyö6tã ô`ÏB $tRÏŠ$t7Ïã Èû÷üysÎ=»|¹ $yJèd$tFtR$yÜsù óOn=sù $uŠÏZøóム$uKåk÷]tã šÆÏB «!$# $\«øŠx© Ÿ@Ï%ur Ÿxäz÷Š$# u$¨Z9$# yìtB tû,Î#Åzº£9$# ÇÊÉÈ
  
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat[1487] kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)".

Dalam ayat ini Allah SWT membuat suatu perumpamaan yang menjelaskan keadaan orang-orang kafir bahwa tidak berguna kedudukan seseorang terhadap orang lain dalam soal keimanan yaitu istri Nuh dan istri Luth. Keduanya adalah istri dua orang Nabi yang soleh, lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya dengan menyembunyikan keingkaran dalam hati mereka. Istri Nuh berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya Nuh adalah seorang yang berpernyakit gila”.
Sedangkan Istri Luth menunjukkan kepada kaumnya tentang tamu-tamu Luth. Maka Nuh as dan Luth as walaupun keduanya adalah seorang Nabi namun tidak dapat membantu istri-istri mereka sedikitpun untuk menyelamatkan mereka dari siksa Allah. Dikatakan kepada keduanya disaat kematiannya, “Masuklah kalian berdua kedalam neraka bersama orang-orang kafir yang telah masuk ke dalamnya, sebagai balasan yang setimpal dari perbuatan kalian yang jahat.[1]
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa Allah mencontohkan dengan jelas dua orang perempuan kafir yang berkhianat kepada suami mereka. Pangkat kenabian suami mereka tidak akan bisa melindungi mereka dari azab Allah.
Dijelaskan dalam ayat lain tentang perilaku perempuan yang tidak baik, yaitu perempuan yang melakukan perbuatn keji terdapat dalam  QS. al Nisa’ [4]: 15
ÓÉL»©9$#ur šúüÏ?ù'tƒ spt±Ås»xÿø9$# `ÏB öNà6ͬ!$|¡ÎpS (#rßÎhô±tFó$$sù £`ÎgøŠn=tã Zpyèt/ör& öNà6ZÏiB ( bÎ*sù (#rßÍky­  Æèdqä3Å¡øBr'sù Îû ÏNqãç6ø9$# 4Ó®Lym £`ßg8©ùuqtFtƒ ßNöqyJø9$# ÷rr& Ÿ@yèøgs ª!$# £`çlm; WxÎ6y ÇÊÎÈ  
dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.

Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang hukum yang berhubungan dengan orang yang melakukan perbuatan keji (zina). Allah menerangkan bahwa apabila terdapat diantara wanita islam yang pernah bersuami (muhshanah) melakukan perbuatan keji, maka sebelum dilakukan hukuman kepada mereka haruslah diteliti dahulu oleh empat orang saksi laki-laki yang adil. Apabila kesaksian mereka dapat diterima, maka wanita itu harus dikurung atau dipenjara di dalam rumahnya dengan tidak boleh keluar sampai menemui ajalnya. Demikianlah juga hukuman tersebut berlaku terhadap laki-laki yang pernah kawin (muhshin) dengan jalan qiyas (disamakan dengan hukuman wanita tersebut). Ini merupaka suatu hukuman atas perbuatan mereka agar mereka tidak lagi mengulangi perbuatan keji tersebut, atau sampai Allah memberikan jalan keluar yang lain bagi mereka.
Menurut ahli tafsir jalan keluar yang diberikan Allah dan RasulNya, yaitu dengan datangnya hukuman zina yang lebih jelas dengan turunnya QS. al Nur [24]: 2. Kemudian dirinci lagi oleh Nabi dengan hadisnya yaitu apabila pezina itu sudah pernah kawin maka hukumannya rajam, yakni dilempar dengan batu hingga mati, dan apabila perawan atau jejaka maka didera seratus kali, demikian menurut suatu riwayat.[2]
Sedangkan dalam tafsir al Wajiz dijelaskan, kepada para wanita yang telah melakukan perbuatan zina yang keji, untuk menetapkan kesalahan yang mereka lakukan, hendaklah ada empat orang saksi yang menyaksikan bahwa mereka telah benar-benar melihat bahwa wanita itu telah benar-benar melakukan kekejian itu. Apabila para saksi itu telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka di dalam rumah sampai mereka mati. Laranglah mereka melakukan kontak dan berkumpul dengan orang lain sampai malaikat maut mencabut nyawanya, atau sampai Allah memberi balasan lain atas perbuatannya itu, dengan memberikan hukuman lebih ringan kepada mereka. Namun hukuman itu telah dinasakhkan sehingga tidak berfungsi lagi. Allah telah membuat jalan atau balasan kepada mereka dengan menetapkan seratus kali dera.[3]
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa perempuan yang melakukan perbuatan zina dan benar-benar telah dibuktikan oleh empat orang saksi, jika mereka sudah pernah kawin hukumnya dirajam dan bila mereka masih perawan hukumnya didera seratus kali.
Pembahasan dalam bab ketiga ini dapat dianalisa tentang fitrah perempuan, perilaku perempuan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perempuan. Berbicara mengenai fitrah perempuan diantaranya adalah haid, Allah menjelaskan dan menegaskan bahwa haid adalah darah kotor dan penyakit maka suami harus menjauhi istrinya ketika sedang haid sampai mereka suci.
Fitrah perempuan selanjutnya adalah mengandung dan melahirkan. Disini akan diungkapkan kisah istri ‘Imran, ketika mengandung dia bernazar menyerahkan bayi dalam rahimnya untuk berkhitmat di Bait al-Maqdis, setelah melahirkan ternyata bayinya perempuan, dia agak bersedih karena mengharapkan bayi laki-laki agar bisa mengabdi di Bait al-Maqdis. Namun Allah lebih mengetahui martabat bayi perempuan yang dilahirkannya itu dan Istri Imran tetap meneruskan nazarnya.
Kemandulan juga salah satu keadaan yang dialami perempuan, Allah yang menjadikan laki-laki atau perempuan kepada siapa yang dikehendakinya, dan menjadikan mandul siapa yang dikehendakinya. Allah menciptakan manusia dari jenis yang satu (Adam), dari jenis yang satu itu diciptakan istrinya (hawa), setelah merka hidup sebagai suami istri lalu istrinya hamil dan proses pertumbuhan janinnya pun berkembang sampai lahir ke dunia ini.
Dari fitrah yang dikemukakan diatas dapat dilihat bahwa ada fitrah yang khusus dialami oleh perempuan saja yaitu haid hamil dan melahirkan. Sedangkan kemandulan, proses kejadian dan pertumbuhan dialami oleh laki-laki dan perempuan. Dalam al-Qur’an juga ditemui sifat dan akhlak perempuan, ada yang baik dan ada yang tidak baik. Perempuan yang berakhlak baik seperti Maryam putri Imran, dia adalah perawan suci pilihan Allah yang sholeh dan taat beribadah kepada Allah, Allah meniupkan roh kedalam rahimnya, lalu dia hamil tanpa disentuh laki-laki, namun dia tetap taat dan bertakwa kepada Allah.
Nabi Muhammad SAW dan keluarganya adalah tauladan bagi orang-orang mukmin, isteri-isteri beliau adalah ibu dari orang-orang mukmin, mempunyai kedudukan dan posisi yang terhormat dibandingkan dengan perempuan-perempuan lain, mereka harus bisa menjaga martabatnya tersebut dengan selalu bertakwa kepada Allah.
Isteri Fir’un yang bernama Asiah binti Muzahim adalah seorang perempuan mukmin yang selalu dekat dan berdo’a kepada Allah, diantara do’anya adalah agar dibuatkan sebuah rumah di surga dan diselamatkan dari perbuatan dan kezaliman Fir’un, kekayaan dan kekafiran Fir’un tidak dapat mempengaruhi keimanannya.
Dalam al-Qur’an juga disebutkan kisah Istri Ibrahim yang bernama Siti Sarah, seorang perempuan mandul yang akan dianugerahi Allah seorang anak laki-laki (Ishaq AS), mendengar berita itu dia bahagia dan gembira sekali karena hal itu diluar dugaannya karena suaminya pun sudah berusia lanjut.
Perempuan-perempuan lain yang juga disebutkan dalam al-Qur’an adalah  ibu dan saudari Musa, dalam ayat dijelaskan bahwa Ibu Musa menerima wahyu dari Allah, hal ini berarti telah terjadi komunikasi Ilahiyah antara Ibu Musa dengan Allah. Ibu Musa diperintahkan untuk tetap menyusukan dan menjaga musa dengan sebaik-baiknya, namun bila dia khawatir dengan keselamatan Musa dari tukang jagal-tukang jagal fir’un yang bermaksud membunuhnya, maka Allah memerintahkan agar musa dihanyutkan ke sungai.  Kemudian Ibu Musa meminta Suadarinya untuk mengikuti dan mencari informasi tentang Musa, saudari Musa melihatnya dan menawarkan kepada orang yang memungut Musa untuk mencarikan ibu susunya. Akhirnya musa dipertemukan Allah kembali dengan ibunya.
Perempuan terakhir yang dikemukakan disini adalah putri-putri Nabi Luth AS. Nabi Luth AS secara langsung menawarkan putri-putrinya dan perempuan-perempuan lain dari umatnya yang lebih suci dan halal kepada laki-laki dari kaumnya untuk dikawini karena mereka selalu berusaha melakukan sodomi kepada tamu laki-laki dari nabi Luth AS. Beliau merasa malu dan hina dengan tamu-tamunya disebabkan kebiasaan bejat dan keji dari kaumnya.
Disamping perempuan yang baik, al-Qur’an juga menampilkan perempuan yang tidak baik, diantaranya adalah perempuan yang mengolok-olokkan perempuan lain, perempuan yang melakukan perbuatan keji, perempuan yang berkhianat, isteri Abu Lahab, Isteri al-Aziz dan perempuan-perempuan yang ada disekitarnya (perempuan Mesir). Disini penulis akan mengemukakan perempuan  yang berkhianat dan perempuan yang berbuat keji.
Isteri Nuh AS dan isteri Luth AS adalah dua orang perempuan yang secara jelas dijadikan Allah sebagai contoh bagi orang-orang kafir. Kedua perempuan tersebut berkhianat kepada suami mereka dalam hal dakwah, mereka tidak ikut mendukung dakwah suami mereka, malah menentang dan mengajak orang lain untuk tidak mengikuti ajaran yang dibawa oleh suami mereka. Akhirnya kedua perempuan itu dibinasakan Allah, kedudukan suami mereka sabagai Nabi dan Rasul tidak dapat melindungi mereka dari azab Allah.
Selanjutnya perempuan perempuan yang melakukan perbuatan zina dengan tegas disebutkan mereka harus betul-betul disaksikan oleh empat orang saksi yang adil, bila kesaksian mereka bisa diterima, maka perempuan tersebut harus dikurung dirumah sampai ajal menjemputnya. Kemudian Allah dan RasulNya memberikan jalan keluar yang lain tentang masalah tersebut dengan datangnya hukum zina yang lebih jelas dengan turunnya QS. al-Nur [24]: 2 dan dirinci lagi oleh hadits Nabi SAW, bahwa pezina yang sudah kawin hukumnya dirajam dan pezina yang masih gadis atau jejaka didera seratus kali.


[1] Wahbah Zuhaili, op cit., h. 562
[2]  Depag RI, op cit., Jilid II, h. 134-135
[3] Wahbah Zuhaili, op cit., h.81

No comments:

Post a Comment