Perempuan yang tidak
Baik dalam Al-Qur’an
Dalam membahas tentang perempuan-perempuan yang tidak baik
dalam al-Qur’an, ada beberapa perilaku yang diungkapkan, yaitu:
-
Perempuan yang
mengolok-olokkan perempuan lain terdapat pada QS. al Hujurat [49]: 11
-
Perempuan yang melakukan
perbuata keji terdapat dalam QS. al Nisa’ [4]: 15
-
Perempuan yang berkhianat
terdapat dalam QS. al Tahrim [66]: 10
-
Istri Nabi Luth As terdapat
dalam QS. al Naml [27]: 57, QS. Hud [11]: 81, QS. al Ankabut [29]: 32, 33, QS.
al A’raf [7]: 82, QS. al Hijr [15]: 60
-
Istri Abu Lahab terdapat
dalam QS. al Lahab [111]: 4
-
Istri al-‘Aziz dan
perempuan-perempuan yang ada disekitarnya terdapat dalam QS. Yusuf [12]: 21,
30, 50, 51.
Di sini penulis akan mengemukakan dua ayat diantara ayat-ayat
tersebut yang penulis anggap bisa mewakili ayat-ayat tersebut yaitu firman
Allah dalam QS. al-Tahrim [66]: 10.
UuÑ ª!$# WxsVtB úïÏ%©#Ïj9 (#rãxÿx. |Nr&tøB$# 8yqçR |Nr&tøB$#ur 7Þqä9 ( $tFtR%2 |MøtrB Èûøïyö6tã ô`ÏB $tRÏ$t7Ïã Èû÷üysÎ=»|¹ $yJèd$tFtR$yÜsù óOn=sù $uÏZøóã $uKåk÷]tã ÆÏB «!$# $\«øx© @Ï%ur xäz÷$# u$¨Z9$# yìtB tû,Î#Åzº£9$# ÇÊÉÈ
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth
sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan
dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu
berkhianat[1487] kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat
membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya):
"Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk
(jahannam)".
Dalam ayat ini Allah SWT membuat suatu perumpamaan yang menjelaskan
keadaan orang-orang kafir bahwa tidak berguna kedudukan seseorang terhadap
orang lain dalam soal keimanan yaitu istri Nuh dan istri Luth. Keduanya adalah
istri dua orang Nabi yang soleh, lalu kedua istri itu berkhianat kepada
suaminya dengan menyembunyikan keingkaran dalam hati mereka. Istri Nuh berkata
kepada kaumnya, “Sesungguhnya Nuh adalah seorang yang berpernyakit gila”.
Sedangkan Istri Luth menunjukkan kepada kaumnya tentang
tamu-tamu Luth. Maka Nuh as dan Luth as walaupun keduanya adalah seorang Nabi
namun tidak dapat membantu istri-istri mereka sedikitpun untuk menyelamatkan
mereka dari siksa Allah. Dikatakan kepada keduanya disaat kematiannya,
“Masuklah kalian berdua kedalam neraka bersama orang-orang kafir yang telah
masuk ke dalamnya, sebagai balasan yang setimpal dari perbuatan kalian yang
jahat.[1]
Dari
uraian di atas dapat dipahami bahwa Allah mencontohkan dengan jelas dua orang
perempuan kafir yang berkhianat kepada suami mereka. Pangkat kenabian suami
mereka tidak akan bisa melindungi mereka dari azab Allah.
Dijelaskan
dalam ayat lain tentang perilaku perempuan yang tidak baik, yaitu perempuan
yang melakukan perbuatn keji terdapat dalam
QS. al Nisa’ [4]: 15
ÓÉL»©9$#ur úüÏ?ù't spt±Ås»xÿø9$# `ÏB öNà6ͬ!$|¡ÎpS (#rßÎhô±tFó$$sù £`Îgøn=tã Zpyèt/ör& öNà6ZÏiB ( bÎ*sù (#rßÍky Æèdqä3Å¡øBr'sù Îû ÏNqãç6ø9$# 4Ó®Lym £`ßg8©ùuqtFt ßNöqyJø9$# ÷rr& @yèøgs ª!$# £`çlm; WxÎ6y ÇÊÎÈ
dan (terhadap) Para wanita yang
mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka
kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya,
atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.
Dalam
ayat ini Allah menjelaskan tentang hukum yang berhubungan dengan orang yang
melakukan perbuatan keji (zina). Allah menerangkan bahwa apabila terdapat
diantara wanita islam yang pernah bersuami (muhshanah) melakukan perbuatan
keji, maka sebelum dilakukan hukuman kepada mereka haruslah diteliti dahulu
oleh empat orang saksi laki-laki yang adil. Apabila kesaksian mereka dapat
diterima, maka wanita itu harus dikurung atau dipenjara di dalam rumahnya
dengan tidak boleh keluar sampai menemui ajalnya. Demikianlah juga hukuman
tersebut berlaku terhadap laki-laki yang pernah kawin (muhshin) dengan jalan
qiyas (disamakan dengan hukuman wanita tersebut). Ini merupaka suatu hukuman
atas perbuatan mereka agar mereka tidak lagi mengulangi perbuatan keji
tersebut, atau sampai Allah memberikan jalan keluar yang lain bagi mereka.
Menurut
ahli tafsir jalan keluar yang diberikan Allah dan RasulNya, yaitu dengan datangnya
hukuman zina yang lebih jelas dengan turunnya QS. al Nur [24]: 2. Kemudian
dirinci lagi oleh Nabi dengan hadisnya yaitu apabila pezina itu sudah pernah
kawin maka hukumannya rajam, yakni dilempar dengan batu hingga mati, dan
apabila perawan atau jejaka maka didera seratus kali, demikian menurut suatu
riwayat.[2]
Sedangkan
dalam tafsir al Wajiz dijelaskan, kepada para wanita yang telah melakukan
perbuatan zina yang keji, untuk menetapkan kesalahan yang mereka lakukan,
hendaklah ada empat orang saksi yang menyaksikan bahwa mereka telah benar-benar
melihat bahwa wanita itu telah benar-benar melakukan kekejian itu. Apabila para
saksi itu telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka di dalam rumah sampai
mereka mati. Laranglah mereka melakukan kontak dan berkumpul dengan orang lain
sampai malaikat maut mencabut nyawanya, atau sampai Allah memberi balasan lain
atas perbuatannya itu, dengan memberikan hukuman lebih ringan kepada mereka.
Namun hukuman itu telah dinasakhkan sehingga tidak berfungsi lagi. Allah
telah membuat jalan atau balasan kepada mereka dengan menetapkan seratus kali
dera.[3]
Dari
penjelasan di atas dapat diketahui bahwa perempuan yang melakukan perbuatan
zina dan benar-benar telah dibuktikan oleh empat orang saksi, jika mereka sudah
pernah kawin hukumnya dirajam dan bila mereka masih perawan hukumnya didera
seratus kali.
Pembahasan dalam bab
ketiga ini dapat dianalisa tentang fitrah perempuan, perilaku perempuan dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan perempuan. Berbicara mengenai fitrah
perempuan diantaranya adalah haid, Allah menjelaskan dan menegaskan bahwa haid
adalah darah kotor dan penyakit maka suami harus menjauhi istrinya ketika
sedang haid sampai mereka suci.
Fitrah perempuan
selanjutnya adalah mengandung dan melahirkan. Disini akan diungkapkan kisah
istri ‘Imran, ketika mengandung dia bernazar menyerahkan bayi dalam rahimnya
untuk berkhitmat di Bait al-Maqdis, setelah melahirkan ternyata bayinya
perempuan, dia agak bersedih karena mengharapkan bayi laki-laki agar bisa
mengabdi di Bait al-Maqdis. Namun Allah lebih mengetahui martabat bayi
perempuan yang dilahirkannya itu dan Istri Imran tetap meneruskan nazarnya.
Kemandulan juga salah
satu keadaan yang dialami perempuan, Allah yang menjadikan laki-laki atau
perempuan kepada siapa yang dikehendakinya, dan menjadikan mandul siapa yang
dikehendakinya. Allah menciptakan manusia dari jenis yang satu (Adam), dari
jenis yang satu itu diciptakan istrinya (hawa), setelah merka hidup sebagai
suami istri lalu istrinya hamil dan proses pertumbuhan janinnya pun berkembang
sampai lahir ke dunia ini.
Dari fitrah yang
dikemukakan diatas dapat dilihat bahwa ada fitrah yang khusus dialami oleh
perempuan saja yaitu haid hamil dan melahirkan. Sedangkan kemandulan, proses
kejadian dan pertumbuhan dialami oleh laki-laki dan perempuan. Dalam al-Qur’an
juga ditemui sifat dan akhlak perempuan, ada yang baik dan ada yang tidak baik.
Perempuan yang berakhlak baik seperti Maryam putri Imran, dia adalah perawan
suci pilihan Allah yang sholeh dan taat beribadah kepada Allah, Allah meniupkan
roh kedalam rahimnya, lalu dia hamil tanpa disentuh laki-laki, namun dia tetap taat
dan bertakwa kepada Allah.
Nabi Muhammad SAW dan
keluarganya adalah tauladan bagi orang-orang mukmin, isteri-isteri beliau
adalah ibu dari orang-orang mukmin, mempunyai kedudukan dan posisi yang
terhormat dibandingkan dengan perempuan-perempuan lain, mereka harus bisa
menjaga martabatnya tersebut dengan selalu bertakwa kepada Allah.
Isteri Fir’un yang
bernama Asiah binti Muzahim adalah seorang perempuan mukmin yang selalu dekat
dan berdo’a kepada Allah, diantara do’anya adalah agar dibuatkan sebuah rumah
di surga dan diselamatkan dari perbuatan dan kezaliman Fir’un, kekayaan dan
kekafiran Fir’un tidak dapat mempengaruhi keimanannya.
Dalam al-Qur’an juga
disebutkan kisah Istri Ibrahim yang bernama Siti Sarah, seorang perempuan
mandul yang akan dianugerahi Allah seorang anak laki-laki (Ishaq AS), mendengar
berita itu dia bahagia dan gembira sekali karena hal itu diluar dugaannya
karena suaminya pun sudah berusia lanjut.
Perempuan-perempuan
lain yang juga disebutkan dalam al-Qur’an adalah ibu dan saudari Musa, dalam ayat dijelaskan
bahwa Ibu Musa menerima wahyu dari Allah, hal ini berarti telah terjadi
komunikasi Ilahiyah antara Ibu Musa dengan Allah. Ibu Musa diperintahkan untuk
tetap menyusukan dan menjaga musa dengan sebaik-baiknya, namun bila dia khawatir
dengan keselamatan Musa dari tukang jagal-tukang jagal fir’un yang bermaksud
membunuhnya, maka Allah memerintahkan agar musa dihanyutkan ke sungai. Kemudian Ibu Musa meminta Suadarinya untuk
mengikuti dan mencari informasi tentang Musa, saudari Musa melihatnya dan
menawarkan kepada orang yang memungut Musa untuk mencarikan ibu susunya.
Akhirnya musa dipertemukan Allah kembali dengan ibunya.
Perempuan terakhir yang
dikemukakan disini adalah putri-putri Nabi Luth AS. Nabi Luth AS secara
langsung menawarkan putri-putrinya dan perempuan-perempuan lain dari umatnya
yang lebih suci dan halal kepada laki-laki dari kaumnya untuk dikawini karena
mereka selalu berusaha melakukan sodomi kepada tamu laki-laki dari nabi Luth
AS. Beliau merasa malu dan hina dengan tamu-tamunya disebabkan kebiasaan bejat
dan keji dari kaumnya.
Disamping perempuan
yang baik, al-Qur’an juga menampilkan perempuan yang tidak baik, diantaranya
adalah perempuan yang mengolok-olokkan perempuan lain, perempuan yang melakukan
perbuatan keji, perempuan yang berkhianat, isteri Abu Lahab, Isteri al-Aziz dan
perempuan-perempuan yang ada disekitarnya (perempuan Mesir). Disini penulis
akan mengemukakan perempuan yang
berkhianat dan perempuan yang berbuat keji.
Isteri Nuh AS dan
isteri Luth AS adalah dua orang perempuan yang secara jelas dijadikan Allah
sebagai contoh bagi orang-orang kafir. Kedua perempuan tersebut berkhianat
kepada suami mereka dalam hal dakwah, mereka tidak ikut mendukung dakwah suami
mereka, malah menentang dan mengajak orang lain untuk tidak mengikuti ajaran
yang dibawa oleh suami mereka. Akhirnya kedua perempuan itu dibinasakan Allah,
kedudukan suami mereka sabagai Nabi dan Rasul tidak dapat melindungi mereka
dari azab Allah.
Selanjutnya perempuan perempuan yang melakukan perbuatan zina
dengan tegas disebutkan mereka harus betul-betul disaksikan oleh empat orang
saksi yang adil, bila kesaksian mereka bisa diterima, maka perempuan tersebut
harus dikurung dirumah sampai ajal menjemputnya. Kemudian Allah dan RasulNya
memberikan jalan keluar yang lain tentang masalah tersebut dengan datangnya
hukum zina yang lebih jelas dengan turunnya QS. al-Nur [24]: 2 dan dirinci lagi
oleh hadits Nabi SAW, bahwa pezina yang sudah kawin hukumnya dirajam dan pezina
yang masih gadis atau jejaka didera seratus kali.
[1]
Wahbah Zuhaili, op cit., h. 562
[2] Depag RI, op cit., Jilid II, h.
134-135
[3]
Wahbah Zuhaili, op cit., h.81
No comments:
Post a Comment