A. Kualifikasi Perempuan dalam al-Qur’an
Kualifikasi berasal
dari kata kwalitas yang berarti baik buruk (keadaan suatu benda)[1].
Di sini kualifikasi perempuan diartikan membedakan perempuan berdasarkan baik
buruk akhlak dan kepribadiannya. Kualifikasi perempuan dalam al-Qur’an
dibedakan atas:
1.
Perempuan yang Baik
dalam Al -Qur’an
a. Maryam Putri Imran
Kisah Maryam ini
tercantum dalam QS. Ali Imran [3]: 42, QS.Maryam [19]: 28, QS. al Muknimun
[23]: 50, QS. al Tahrim [66]: 12, QS. al
Maidah [5]: 75, 17, 116.
Di sini penulis akan
mengemukakan satu ayat yang dianggap mewakili ayat lain yang bercerita tentang
Maryam yaitu QS. al Tahrim [6]: 12
zNtósDur |MoYö/$# tbºtôJÏã ûÓÉL©9$# ôMoY|Áômr& $ygy_ösù $sY÷xÿoYsù ÏmÏù ÆÏB $oYÏmr ôMs%£|¹ur ÏM»yJÎ=s3Î/ $pkÍh5u ¾ÏmÎ7çFä.ur ôMtR%x.ur z`ÏB tûüÏFÏZ»s)ø9$# ÇÊËÈ
Dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang
memelihara kehormatannya, Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh
(ciptaan) Kami, dan Dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan Dia
adalah Termasuk orang-orang yang taat.
Pada ayat ini allah SWT membuat
perumpamaan bagi orang-orang mukmin, yaitu keadaan Maryam binti Imran yang
memelihara kehormatannya dan telah diberikan keramah. Ia dipilih TuhanNya dan
ia memberi reaksi kepada Jibril tentang pengisian rahimnya dengan ucapan
sebagaimana diabadikan dalam surat Maryam ayat 18:
ôMs9$s% þÎoTÎ) èqããr& Ç`»uH÷q§9$$Î/ y7ZÏB bÎ) |MZä. $|É)s? ÇÊÑÈ
Maryam
berkata: "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha
pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa".
Dengan demikian
mantaplah keshalehan dan kesucian maryam, maka ditiupkanlah ke dalam rahimnya
oleh Jibril AS sebagian roh ciptaan Allah, yang mewujudkan seorang Nabi yaitu
Isa AS bin Maryam binti Imran, membenarkan syari’at Allah SWT dan kitab-kitab
yang diturunkan kepada Nabi-NabiNya. Dia termasuk orang yang bertakwa, tekun
beribadah, merendahkan diri dan taat kepada Tuhannya.
Ahmad meriwayatkan
dalam Musnadnya bahwa tuan (penghulu) wanita penghuni surga ialah Maryam lalu
Fatimah menyusul Khadijah dan ‘Aisyah.[2]
Di dalam kitab sahih
diterangkan bahwa laki-laki yang sempurna, banyak bilangannya tetapi perempuan
yang sempurna hanya empat yaitu Asiah binti Muzahim istri fir’aun, Maryam binti
‘Imran, Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Muhammad,
sedangkan kelebihan Siti Aisyah atas wanita-wanita yang lain seperti kelebihan
Zarid atas makanan-makanan yang lain.[3]
b. Istri-Istri Nabi Muhammad SAW
Kehidupan istri-istri
Nabi SAW merupakan acuan bagi para mu’minah dalam kehidupan berkeluarga, adapun
ayat-ayat yang mengisahkan istri-istri Nabi SAW adalah QS. al Ahzab [33]: 6,
28, 30, 32, 50, 55, 59, QS. al Tahrim [66]: 1-3, 5.
Penulis akan
menjelaskan satu diantara ayat-ayat diatas yang penulis anggap mewakili
ayat-ayat tersebut yaitu QS. al-Ahzab [33]: 32
uä!$|¡ÏY»t ÄcÓÉ<¨Z9$# ¨ûäøó¡s9 7tnr'2 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4 ÈbÎ) ¨ûäøøs)¨?$# xsù z`÷èÒørB ÉAöqs)ø9$$Î/ yìyJôÜusù Ï%©!$# Îû ¾ÏmÎ7ù=s% ÖÚttB z`ù=è%ur Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÌËÈ
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian
tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu
tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam
hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik,
Dalam ayat ini Allah
SWT memperingatkan kepada istri-istri Nabi SAW, bahwa mereka dengan julukan “Ummahât
al Mu’minîn” sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan wanita
mu’minat lainnya dari segi keutamaan dan penghormatan mereka, jika mereka
betul-betul bertakwa. Tidak ada seorang wanita pun yang dapat menyerupai
kedudukan mereka apalagi melebihi keutamaan mereka karena suami mereka adalah “Sayyid
al Anbiyâ’
Wa al mursalîn ”.
Oleh karena itu jika
mereka berbicara dengan orang lain, maka mereka dilarang merendahkan suara yang
dapat menimbulkan perasaan kurang baik terhadap kesucian dan kehormatan mereka,
terutama jika yang mereka hadapi itu orang-orang fasik atau munafik yang
diragukan i’tikad baiknya. Istri-istri Nabi SAW setelah beliau wafat tidak
boleh dinikahi oleh siapapun, sesuai dengan firman Allah dalam QS. al Ahzab
[33]: 53
$# Iwur br& (#þqßsÅ3Zs? ¼çmy_ºurør& .`ÏB ÿ¾ÍnÏ÷èt/ #´t/r& 4 ¨bÎ) öNä3Ï9ºs tb%2 yZÏã «!$# $¸JÏàtã
Dan tidak (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya
sesudah ia wafat. Sesungguhya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) disisi
Allah[4].
c. Istri Fir’aun
Ayat-ayat al-Qur’an
yang bercerita mengenai istri Fir’aun ini terdapat dalam QS. al Qashash
28; 9 dan QS. al Tahrim [66]: 11.
Disini penulis akan
mengemukakan firman Allah dalam QS. al-Tahrim [66]: 11.
UuÑur ª!$# WxsVtB úïÏ%©#Ïj9 (#qãZtB#uä |Nr&tøB$# cöqtãöÏù øÎ) ôMs9$s% Éb>u Èûøó$# Í< x8yYÏã $\F÷t/ Îû Ïp¨Yyfø9$# ÓÍ_ÅngwUur `ÏB cöqtãöÏù ¾Ï&Î#yJtãur ÓÍ_ÅngwUur ÆÏB ÏQöqs)ø9$# úüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÊÈ
Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan
bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah
untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari
Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.
Pada ayat ini Allah SWT membuat
perumpamaan tentang keadaan orang-orang yang beriman, yaitu Asiah binti
Muzahim, istri Fir’un. Dalam perumpamaan itu Allah menjelaskan bahwa hubungan
orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir tidak akan membahayakan kalau
dirinya murni dan suci dari kotoran. Sekalipun Asiah binti Muzahim dibawah
pengawasan suaminya, musuh Allah yang sangat berbahaya yaitu Fir’un, tetapi ia
tetap beriman. Ia selalu memohon dan berdo’a yang artinya: “Ya tuhanku!
Bagunkan lah untukku sebuah rumah di sisimu dalam surga dan selamatkanlah aku
dari Fir’un dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”. [5]
d. Istri Ibrahim
Kisah istri Ibrahim
terdapat dalam QS. Hud [11]: 71 dan QS. al Zariyat [51]: 29.
Disini penulis akan
mengemukakan QS. al-Zariyat [51]: 29.
ÏMn=t7ø%r'sù ¼çmè?r&tøB$# Îû ;o§|À ôM©3|Ásù $ygygô_ur ôMs9$s%ur îqègx ×LìÉ)tã ÇËÒÈ
Kemudian isterinya datang memekik lalu
menepuk mukanya sendiri seraya berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan
tua yang mandul".
Ayat ini mengungkapkan bahwa
isteri Nabi Ibrahim AS yang bernama Siti Sarah, setelah mendengar berita bahwa
dia akan mendapatkan anak laki-laki, ia memekik dengan suara yang kuat lalu
menepuk mukanya sendiri, karena heran dan malu seraya mengatakan: “Bagaimana
mungkin aku akan melahirkan seorang anak, padahal aku adalah seorang perempuan
tua yang mandul?”. [6]
e. Ibu Musa
Mengenai cerita Ibu
Musa dapat dilihat dalam QS. al Qasas [28]: 7, 10, 13. Penulis akan
mengemukakan disini QS. al-Qasas [28]: 7.
!$uZøym÷rr&ur #n<Î) ÏdQé& #ÓyqãB ÷br& ÏmÏèÅÊör& ( #sÎ*sù ÏMøÿÅz Ïmøn=tã ÏmÉ)ø9r'sù Îû ÉdOuø9$# wur Îû$srB wur þÎTtøtrB ( $¯RÎ) çnr!#u Å7øs9Î) çnqè=Ïæ%y`ur ÆÏB úüÎ=yößJø9$# ÇÐÈ
Dan Kami
ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari Para rasul.
Adalah suatu hal yang sangat
mengerikan dan mencemaskan setiap ibu yang melahirkan anak laki-laki dan
mengetahui bahwa anak itu akan direnggut dari pangkuannya kemudian dibunuh
tanpa rasa iba dan belas kasihan. Demikianlah halnya Ibu Musa ketika
melahirkannya. Walaupun kelahiran Musa dapat disembunyikan tetapi lama-kelamaan
pasti akan diketahui juga oleh tukang jagal anak-anak, yang banyak bertebaran
diseluruh pelosok negeri. Inilah yang selalu ditakuti dan dicemaskan oleh Ibu
Musa setelah ia melahirkannya. Ia selalu gelisah dan khawatir memikirkan nasib anaknya yang telah dikandungnya dengan
susah payah selama sembilan bulan, yang menjadi harapannya setelah bayi itu besar.
Karena itu ia selalu memohon do’a kepada Tuhan agar anaknya diselamatkan dari
bahaya maut yang selalu mengancamnya. Dalam keadaan gelisah dan cemas itulah
Allah mengilhamkan kepada ibu Musa as
bahwa dia tidak perlu khawatir dan cemas. Hendaklah dia tetap menyusukan dan
menjaganya dengan sebaik-baiknya. Bila dia merasa takut karena ada tanda-tanda
bahwa anaknya itu akan diketahui, maka hendaklah ia melemparkan anaknya ke
sungai Nil dan janganlah merasa ragu dan khawatir, karena Allah akan menjaga dan
memeliharanya serta akan mengembalikan ke pangkuan ibunya, dia pula yang akan
menyusuinya dan nanti anak itu akan menjadi Rasul Allah yang akan menyampaikan
dakwah kepada Fir’un sendiri.[7]
f. Saudari Musa
Kisah saudari Musa
tercantum dalam QS. Taha [20]: 40 dan QS. al-Qashas [28]: 11. Disini penulis
akan mengemukakan QS. al-Qashahs [28]: 11.
ôMs9$s%ur ¾ÏmÏG÷zT{ ÏmÅ_Áè% ( ôNuÝÇt7sù ¾ÏmÎ/ `tã 5=ãZã_ öNèdur w crããèô±o ÇÊÊÈ
Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara
Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa
dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,
Pada ayat ini Allah
menerangkan bahwa Ibu Musa berkata kepada saudari Musa: “ Ikutilah dia dan
carilah kabar beritanya”, Lalu saudari Musa pergi ke pasar-pasar dan
tempat-tempat keramaian mendengar pembicaraan orang-orang, tentang anak yang
dihanyutkan ke sungai. Akhirnya dia melihat sendiri dari jauh anak itu dibawa
ke Istana Fir’un, sedang orang-orang ramai melihat kejadian yang aneh itu. Di
istana orang-orang sibuk mencari siapa yang akan menyusukan anak itu, karena ia
menolak setiap wanita yang akan menyusukannya. Lalu saudari Musa memberanikan
diri tampil ke muka dan mengatakan bahwa ia mengetahui seorang wanita yang
sehat dan banyak air susunya, dan mungkin anak itu mau disusukan oleh wanita
tersebut. Wanita itu dari keluarga baik-baik dan pasti anak itu akan dijaga
dengan penuh perhatian dan kasih sayang.[8]
g. Putri-Putri Luth
Cerita tentang
putri-putri Luth ini dapat dilihat dalam QS. Hud [11]: 78,79 dan QS. al Hijr
[15]: 71. Penulis akan mengemukakan QS. Hud [11]: 78.
¼çnuä!%y`ur ¼çmãBöqs% tbqããtökç Ïmøs9Î) `ÏBur ã@ö7s% (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 tA$s% ÉQöqs)»t ÏäIwàs¯»yd ÎA$uZt/ £`èd ãygôÛr& öNä3s9 ( (#qà)¨?$$sù ©!$# wur ÈbrâøéB Îû þÏÿø|Ê ( }§øs9r& óOä3ZÏB ×@ã_u ÓÏ©§
Dan
datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. dan sejak dahulu mereka
selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: "Hai kaumku,
Inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, Maka bertakwalah kepada Allah
dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. tidak Adakah di
antaramu seorang yang berakal?"
Dalam ayat ini
dijelaskan, telah datang kepada Nabi Luth kaumnya, dengan tergesa-gesa dan
penuh nafsu untuk melakukan kebejatan kepada para tamu Nabi Luth AS. Sudah
menjadi kebiasaan mereka untuk berbuat yang keji, yaitu melakukan sodomi. Lalu
Nabi Luth berkata kepada mereka: “ Wahai kaumku inilah putri-putriku, dan
putri-putri kaumku silahkan kamu kawin dengam mereka. Mereka masih suci bagimu
dan kamu dapat bergaul secara halal dan baik dengan mereka daripada memuaskan
seleramu dengan melakukan homoseksual yang sangat keji dan merusak moral serta
kesehatan. Maka bertakwalah kepada Allah dan hindarilah azab Allah, dan
janganlah kamu mencemarkan nama baikku dengan memperkosa tamu-tamuku. Sebab
menghinakan tamu sama dengan menghinakan tuan rumahnya. Tidakkah ada diantara
kamu seorang yang mempunyai akal yang sehat dan kebijaksanaan yang dapat
mencegahmu dari perbuatan keji.[9]
h. Perempuan yang tinggal di surga
Hal ini diceritakan
Allah dalam QS. al Baqarah [2]: 35, QS. Ali Imran [3]: 195, QS. al Nisa [4]:
124, QS. al A’raf [7]: 19 dan QS. Gâfir [40]: 40. Di sini penulis akan
menjelaskan firman Allah dalam QS. al-Baqarah [2]: 35.
$uZù=è%ur ãPy$t«¯»t ô`ä3ó$# |MRr& y7ã_÷ryur sp¨Ypgø:$# xä.ur $yg÷ZÏB #´xîu ß]øym $yJçFø¤Ï© wur $t/tø)s? ÍnÉ»yd notyf¤±9$# $tRqä3tFsù z`ÏB tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÌÎÈ
Dan Kami
berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai,
dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang
yang zalim.
Dalam ayat ini Allah SWT
menerangkan bahwa Adam AS dan istrinya dibolehkan menikmati makanan apa saja
dan dimana saja dalam surga tersebut dengan aman dan leluasa. Hanya saja Allah
SWT melarang mereka mendekati dan memakan buah suatu pohon tertentu yang hanya
merupakan salah satu pohon saja diantara banyak pohon-pohon yang ada dalam
surga, yaitu pohon Khuldi. Allah berfirman: “Jika kalian berdua memakannya,
maka kalian telah menzalimi diri kalian sendiri, sebab dengan begitu berarti
kalian telah berbuat maksiat”.[10]
[1]
W.J.S. Poerwadarminta, op cit., h. 545
[2]
Departemen Agama RI, op cit., Jilid X, h. 231-232
[3] Ibid.,
[4]
Depag RI, op cit., Jilid VIII, h. 5-6
[5] Ibid,
Jilid X, h. 231
[6] Ibid, Jilid IX, h. 490
[7] Ibid,
Jilid VII, h. 304
[8] Ibid,
h. 308
[9] Ibid,
Jilid IV, h. 551
[10] Ibid,
Jilid I, h. 97
No comments:
Post a Comment