Monday, March 4, 2019

Kewajiban-kewajiban Perempuan dalam Al-Qur’an


 Kewajiban-kewajiban Perempuan dalam Al-Qur’an
1.      Melayani Suami
Perempuan sebagai seorang isteri mempunyai beberapa kewajiban diantaranya melayani suami (bersetubuh). Islam adalah agama yang mengatur segala lini kehidupan umat manusia termasuk hubungan suami istri, firman Allah dalam QS. al Baqarah [2]: 187
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uŠÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. šcqçR$tFøƒrB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçŽÅ³»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tFŸ2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@øŠ©9$# 4 Ÿwur  ÆèdrçŽÅ³»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ムª!$# ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 šcqà)­Gtƒ ÇÊÑÐÈ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

Banyak riwayat yang menceritakan tentang sebab turunnya ayat ini, diantaranya adalah riwayat dari al Walibi yang bersumber dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pada permulaan Islam para sahabat nabi dibolehkan makan, minum dan bersetubuh sampai mereka shalat Isya. Ada sebagian sahabat yang melanggar hal itu diantaranya Umar bin Khatab, mereka menyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka turunlah ayat ini.[1]
Ayat ini menjelaskan hukum Allah yang lebih ringan dari pada yang telah mereka ketahui dan mereka amalkan. Mulai dari saat terbenamnya matahari (Maghrib) sampai terbit fajar (subuh), dihalalkan semua yang tidak diperbolehkan siang hari pada bulan Ramadhan dengan penjelasan sebagai berikut: dihalalkan bagi suami pada malam Ramadhan bersetubuh dengan istri, karena istri adalah pakaian bagi suami, dan suami adalah pakaian bagi istri. Allah mengetahui bahwa kamu tidak mampu menahan nafsu dengan berpuasa seperti yang kamu lakukan. Karena itu Allah mengampunimu dan memberi keringanan kepadamu. Maka sekarang campurilah istrimu dan kerjakanlah apa-apa yang dibolehkan untukmu. [2]
Makan dan minumlah sehingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu dari terbit fajar, sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam.
Selain itu para suami juga dilarang bersetubuh dengan istrinya disaat sedang i’tikaf dalam mesjid. Kemudian Allah SWT menutup ayat ini dengan menegaskan bahwa larangan-larangan yang telah ditentukan Allah itu tidak boleh kamu dekati dan janganlah kamu melampaui dan melanggarnya. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya kepada manusia supaya mereka bertakwa.[3]
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa istri adalah pakaian suami, sesuai dengan fungsi pakaian menutupi dan melindungi manusia dari sengatan panas dan dingin. Artinya diantara kewajiban istri adalah menutupi dan melengkapi kekurangan suami.
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa istri adalah ladang bagi suami, firman Allah dalam QS. al Baqarah [2]: 223
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ̍Ïe±o0ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Dalam suatu riwayat dari Jabir yang bersumber dari Abu Bakar Ahmad bin al Hazam al Qadhi, dia mengatakan: “orang-orang Yahudi berkata, jika kalian bersenggama dengan isteri kalian dari arah belakang maka anaknya akan juling”, maka turunlah ayat ini.[4]
Dalam ayat ini istri diumpamakan dengan kebun tempat bercocok tanam dan tempat menyebarkan bibit tanam-tanaman. Boleh mendatangi kebun itu dari mana saja arahnya asal untuk menyebarkan bibit dan untuk berkembangnya tanam-tanaman dengan baik dan subur. Istri adalah tempat menyebarkan bibit keturunan supaya berkambang dengan baik. Maka seorang suami boleh bercampur dengan istrinya dengan berbagai cara yang disukainya, asal tidak mendatangkan mudarat.[5]
Jelaslah bahwa maksud perkawinan itu adalah untuk mendapatkan keturunan, bukan hanya sekedar bersenang-senang melepaskan nafsu dan syahwat. Untuk itu Allah menyuruh berbuat amal kebajikan, sebagai persiapan untuk masa depan mendapat keturunan yang soleh, berguna bagi agama dan bangsa, serta berbakti kepada kedua orang tuanya.
Allah menyuruh para suami agar berhati-hati menjaga Istri dan anak-anaknya, menjaga rumah tangga, jangan sampai rusak dan berantakan. Karena itu hendaklah manusia bertakwa kepada Allah, sebab akhirnya mereka akan kembali, dan bertemu denganNya di akhirat nanti, untuk menerima balasan setiap amal perbuatan yang dikerjakannya di dunia. Allah SWT menyuruh agar setiap orang mukmin yang bertakwa kepadanya, diberi kegembiraan mereka akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan diakhirat kelak.[6]
Pada ayat ini disampaikan bahwa istri adalah kebun tempat bercocok tanam, menebarkan benih bagi suami. Maksudnya istri merupakan tempat bagi suami untuk menitipkan benih keturunannya agar tumbuh dan berkembang dengan baik dan suami berhak menggauli istrinya dengan cara yang baik. Sedangkan isteri berkewajiban untuk menjaga dan memelihara benih tersebut dengan sebaik-baiknya.

2.      Menutup Aurat
Al-Qur’an telah menjelaskan ketentuan-ketentuan pakaian perempuan yang terdapat dalam QS. al Nur [24]: 31, 60; dan al Ahzab [33]: 59.
Di sini penulis akan mengemukakan salah satu ayat tersebut yang dianggap mewakili tentang masalah pakaian perempuan ini yaitu QS. al Ahzab [33]: 59
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# šúüÏRôム£`ÍköŽn=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& br& z`øùt÷èムŸxsù tûøïsŒ÷sム3 šc%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÎÒÈ
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam suatu riwayat dari Ibnu Sa’ad yang bersumber dari Abi Malik mengatakan bahwa istri-istri Rasulullah SAW pernah keluar malam hari untuk buang air. Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin, mereka menjawab: “ Kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunnya ayat ini sebagai perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya. [7]
Allah memerintahkan Nabi SAW supaya seluruh kaum muslimat terutama istri-istri nabi sendiri dan putri-putrinya agar mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Jilbab itu adalah sejenis baju kurung yang lapang, yang dapat menutup kepala, muka dan dada. Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenal dengan pakaiannya, karena pakainnya berbeda dengan budak-budak wanita, agar mereka tidak diganggu oleh orang-orang yang menyalahgunakan kesempatan. Seorang perempuan yang berpakaian rapi dan sopan akan lebih mudah terhindar dari gangguan orang-orang yang jahil, dan perempuan-perempuan yang membuka auratnya di muka umum mudah dituduh atau dinilai sebagai wanita yang kurang baik kepribadiannya. Dan bagi orang-orang yang dimasa lampuanya kurang hati-hati tentang menutupi auratnya, lalu mengadakan perbaikan maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.[8]
Berdasarkan penjelasan ayat di atas dapat diketahui kewajiban perempuan mukmin adalah menutup seleruh tubuhnya dengan pakaian, kecuali bagian muka dan telapak tangannya. Untuk membedakan mereka dengan perempuan-perempuan yang tidak baik, dan agar mereka terhindar dari ganggun orang-orang jahil. Hal ini diperintahkan Allah kepada Nabi SAW agar disampaikan kepada istri-istri, putri-putri beliau dan perempuan-perempuan mukmin lainnya, supaya mereka mengulurkan jilbabnya (pakaian) ke seluruh tubuhnya.
3.      Memberi ASI (Air Susu Ibu)
Menurut fitrah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan makanan. Bapak dan ibu bertanggung jawab untuk memberikan makanan kepada bayinya, makanan yang paling cocol untuk bayi adalah air susu ibu (ASI). Firman Allah dalam QS. al Baqarah [2]: 233
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$# 4 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 Ÿw ß#¯=s3è? ë§øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 Ÿw §!$ŸÒè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ Ÿwur ׊qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºsŒ 3 ÷bÎ*sù #yŠ#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã 3 ÷bÎ)ur öN?Šur& br& (#þqãèÅÊ÷ŽtIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& Ÿxsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sŒÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇËÌÌÈ
  
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Ayat ini memerintahkan kepada para ibu agar menyusukan anak-anaknya. Pengunaan kata al wâlidât  dalam al Qur’an berbeda dengan ummahât. Kata ummahât biasanya digunakan untuk menunjuk ibu kandung sedangkan kata al wâlidât maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung maupun bukan. Ini berarti bahwa ASI dari ibu kandung atau bukan adalah makanan terbaik buat bayi sampai usia dua tahun. Karena ASI mengandung saripati makanan yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun ASI ibu kandung lebih baik dari selainnya. Menurut penelitian bayi merasa lebih tentram menyusu kepada ibu kandungnya, karena bayi telah mengenal secara khusus suara detak jantung ibunya sejak dalam kandungan. Fitrah seorang ibu memiliki kasih sayang yang mendalam kepada anaknya sehingga penyusuan langsung kepada ibu berhubungan erat dengan jiwa dan mental anak.[9]
Penyusuan selama dua tahun sudah dinilai sempurna oleh Allah SWT, ini merupakan anjuran yang ditekankan.  Kalau bapak ibu sepakat untuk mengurangi juga dibolehkan. Dalam QS. al Ahqaf [46]: 15 dinyatakan bahwa masa kehamilan dan penyusuan selama tiga puluh bulan ini berarti bila janin dikandung selama sembilan bulan maka penyusuannya selama dua puluh satu bulan. Dan jika janin dikandung selama enam bulan maka masa penyusuannya selama dua puluh empat bulan.
Selama masa menyusui ibu membutuhkan biaya agar kesehatannya selalu prima dan air susunya selalu tersedia, maka kewajiban ayahlah untuk memberi makan, pakaian dan kebutuhan lainnya, karena anak yang dilahirkan dinisbahkan kepada ayah. Seorang ayah memberikan nafkah kepada ibu dari bayinya menurut sewajarnya sesuai dengan kemampuannya. Seorang ibu tidak boleh menuntut nafkah diluar kewajaran atau kemampuan sang ayah.
Dengan ketentuan ini maka anak yang dilahirkan sudah mendapat jaminan pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa dengan baik. Kalau ayah bayi sudah meninggal ahli waris harus memberikan hak anak dari peniggalan ayahnya untuk biaya penyusuan dan nafkah ibu yang menyusuinya.[10]
Dari keterangan di atas dipahami bahwa kewajiban seorang ibu adalah menyusui anaknya sampai usia dua tahun, karena ASI mempunyai kandungan saripati makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi serta kekebalan tubuhnya. Dalam pemberian ASI terdapat unsur pendidikan seorang ibu, karena ibu memberikan ASI dengan rasa kasih sayang kepada anaknya, sehingga jiwa kasih sayang mulai tertanam dalam jiwa si anak.
Dari pembahasan pada bab yang keempat ini dapat dianalisa bahwa ada beberapa hak dan kewajiban perempuan yang tercantum dalam al-Qur’an. Diantara hak-hak perempuan adalah yang berhubungan dengan pernikahan seperti dipinang (perempuan boleh dipinang oleh seorang laki-laki dengan cara sindiran), larangan menikahi istri ayah (ibu Tiri), berikan mahar kepada perempuan dengan penuh kerelaan, perempuan berhak diperlakukan secara adil (terutama sekali dalam hak-hak syar’i seperti nafkah, giliran pulang, dll). Bila perempuan ditalak oleh suaminya pada akhir masa idah, dia berhak dirujuki atau diceraikan dengan cara yang baik. Idah perrmpuan yang ditalak oleh suaminya adalah tiga kali suci (haid).
Perempuan berhak mendapat warisan sesuai dengan rincian yang telah ditentukan oleh Allah seperti  dapat sepertiga jika punya saudara laki-laki, mendapat dua pertiga jika perempuan lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki, dan anak perempuan mendapat setengah jika dia sendiri. Perempuan juga berhak atas hasil usahanya seperti dalam usaha peternakan yang dilakukan oleh dua orang putri Nabi Syu’aib As. Hak lain dari perempuan adalah menjadi saksi dalam hal utang piutang dengan ketentuan dua orang perempuan sama dengan satu orang laki-laki.
Islam juga memberikan hak hidup kepada perempuan, dan Allah mencela perbuatan orang jahiliyah yang mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Dalam al-Qur’an juga diceritakan seorang perempuan menjadi ratu yang memerintah suatu kerajaan besar dan memiliki singgasana yang megah. Perempuan juga ikut menegakkan amar ma’ruf nahi munkar baik dalam keluarga maupun ditengah masyarakat. Perempuan mukmin yang beramal soleh akan diberi Allah kehidupan yang layak dan diberi balasan pahala yang lebih baik dari pada yang dikerjakannya.
Dari beberapa hak-hak perempuan yang dibicarakan di atas, maka hak yang secara jelas (langsung) dapat diterima oleh perempuan adalah mahar, diperlakukan secara adil, idah, warisan, dan hak hidup. Sedangkan hak-hak yang tidak langsung diterima oleh perempuan adalah dipinang, dinikahi, ditalak, saksi, dan lain-lain.
Kewajiban-kewajiban perempuan diantaranya adalah menutupi dan melengkapi kekurangan suami. Istri juga berkewajiban untuk mengandung dan memelihara anak dari suaminya. Perempuan mukmin juga berkewajiban untuk menutupi tubuhnya dengan pakaian yang lapang dan tidak transparan untuk membedakan mereka dengan perempuan-perempuan lain dan agar terhindar dari kejahatan orang-orang yang tidak baik. Dan memberi ASI kepada anaknya
Dari kewajiban-kewajiban perempuan yang telah dijelaskan ternyata kewajiban yang jelas dibebankan kepada perempuan adalah menutup aurat, mengandung, memelihara anak (benih) dari suami dan memberi ASI. Sedangkan kewajiban isteri sekaligus suami adalah saling menutupi dan melengkapi kekurangan masing-masing.


[1] Al Wahidi, op cit., h. 30
[2] Depag RI, op cit., Jilid I, hlm. 315
[3] Ibid, hlm. 316
[4] Al Wahidi, op cit., h. 47
[5] Depag RI, op cit., jilid 1, h. 377
[6] Ibid, h .378
[7] A. Mudjab Mahali, op cit., hlm. 691
[8] Depag RI, op cit., Jilid VIII, hlm. 43
            [9] M. Quraisy Shihab, Tafsir al Misbah, ( Jakarta: Lentera Hati), volume 1, tahun 2002, h. 471

[10] Ibid, h. 472

No comments:

Post a Comment