Kewajiban-kewajiban Perempuan dalam Al-Qur’an
1.
Melayani Suami
Perempuan sebagai seorang isteri mempunyai beberapa kewajiban diantaranya
melayani suami (bersetubuh). Islam adalah agama yang mengatur segala lini
kehidupan umat manusia termasuk hubungan suami istri, firman Allah dalam QS. al
Baqarah [2]: 187
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. cqçR$tFørB öNà6|¡àÿRr& z>$tGsù öNä3øn=tæ $xÿtãur öNä3Ytã ( z`»t«ø9$$sù £`èdrçų»t/ (#qäótFö/$#ur $tB |=tF2 ª!$# öNä3s9 4 (#qè=ä.ur (#qç/uõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKt ãNä3s9 äÝøsø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsø:$# ÏuqóF{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@ø©9$# 4 wur Æèdrçų»t7è? óOçFRr&ur tbqàÿÅ3»tã Îû ÏÉf»|¡yJø9$# 3 y7ù=Ï? ßrßãn «!$# xsù $ydqç/tø)s? 3 y7Ï9ºxx. ÚúÎiüt6ã ª!$# ¾ÏmÏG»t#uä Ĩ$¨Y=Ï9 óOßg¯=yès9 cqà)Gt ÇÊÑÐÈ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam
mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Banyak riwayat yang menceritakan tentang sebab turunnya ayat ini,
diantaranya adalah riwayat dari al Walibi yang bersumber dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa pada permulaan Islam para sahabat nabi dibolehkan makan, minum
dan bersetubuh sampai mereka shalat Isya. Ada sebagian sahabat yang melanggar
hal itu diantaranya Umar bin Khatab, mereka menyampaikan hal itu kepada
Rasulullah SAW, maka turunlah ayat ini.[1]
Ayat ini menjelaskan hukum Allah yang lebih ringan dari pada yang telah
mereka ketahui dan mereka amalkan. Mulai dari saat terbenamnya matahari
(Maghrib) sampai terbit fajar (subuh), dihalalkan semua yang tidak
diperbolehkan siang hari pada bulan Ramadhan dengan penjelasan sebagai berikut:
dihalalkan bagi suami pada malam Ramadhan bersetubuh dengan istri, karena istri
adalah pakaian bagi suami, dan suami adalah pakaian bagi istri. Allah
mengetahui bahwa kamu tidak mampu menahan nafsu dengan berpuasa seperti yang
kamu lakukan. Karena itu Allah mengampunimu dan memberi keringanan kepadamu.
Maka sekarang campurilah istrimu dan kerjakanlah apa-apa yang dibolehkan
untukmu. [2]
Makan dan minumlah sehingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu dari terbit fajar, sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam.
Selain itu para suami juga dilarang bersetubuh dengan istrinya disaat
sedang i’tikaf dalam mesjid. Kemudian Allah SWT menutup ayat ini dengan
menegaskan bahwa larangan-larangan yang telah ditentukan Allah itu tidak boleh
kamu dekati dan janganlah kamu melampaui dan melanggarnya. Demikianlah Allah
menjelaskan ayat-ayatNya kepada manusia supaya mereka bertakwa.[3]
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa istri adalah pakaian suami,
sesuai dengan fungsi pakaian menutupi dan melindungi manusia dari sengatan
panas dan dingin. Artinya diantara kewajiban istri adalah menutupi dan
melengkapi kekurangan suami.
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa istri adalah ladang bagi suami, firman
Allah dalam QS. al Baqarah [2]: 223
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±o0ur úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Dalam suatu riwayat dari Jabir yang bersumber dari Abu Bakar Ahmad bin al
Hazam al Qadhi, dia mengatakan: “orang-orang Yahudi berkata, jika kalian
bersenggama dengan isteri kalian dari arah belakang maka anaknya akan juling”,
maka turunlah ayat ini.[4]
Dalam ayat ini istri diumpamakan dengan kebun tempat bercocok tanam dan
tempat menyebarkan bibit tanam-tanaman. Boleh mendatangi kebun itu dari mana
saja arahnya asal untuk menyebarkan bibit dan untuk berkembangnya tanam-tanaman
dengan baik dan subur. Istri adalah tempat menyebarkan bibit keturunan supaya
berkambang dengan baik. Maka seorang suami boleh bercampur dengan istrinya
dengan berbagai cara yang disukainya, asal tidak mendatangkan mudarat.[5]
Jelaslah bahwa maksud perkawinan itu adalah untuk mendapatkan keturunan,
bukan hanya sekedar bersenang-senang melepaskan nafsu dan syahwat. Untuk itu
Allah menyuruh berbuat amal kebajikan, sebagai persiapan untuk masa depan
mendapat keturunan yang soleh, berguna bagi agama dan bangsa, serta berbakti
kepada kedua orang tuanya.
Allah menyuruh para suami agar berhati-hati menjaga Istri dan
anak-anaknya, menjaga rumah tangga, jangan sampai rusak dan berantakan. Karena
itu hendaklah manusia bertakwa kepada Allah, sebab akhirnya mereka akan
kembali, dan bertemu denganNya di akhirat nanti, untuk menerima balasan setiap
amal perbuatan yang dikerjakannya di dunia. Allah SWT menyuruh agar setiap
orang mukmin yang bertakwa kepadanya, diberi kegembiraan mereka akan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan diakhirat kelak.[6]
Pada ayat ini disampaikan bahwa istri adalah kebun tempat bercocok tanam,
menebarkan benih bagi suami. Maksudnya istri merupakan tempat bagi suami untuk
menitipkan benih keturunannya agar tumbuh dan berkembang dengan baik dan suami
berhak menggauli istrinya dengan cara yang baik. Sedangkan isteri berkewajiban
untuk menjaga dan memelihara benih tersebut dengan sebaik-baiknya.
2.
Menutup Aurat
Al-Qur’an telah menjelaskan ketentuan-ketentuan pakaian perempuan yang
terdapat dalam QS. al Nur [24]: 31, 60; dan al Ahzab [33]: 59.
Di sini penulis akan mengemukakan salah satu ayat tersebut yang dianggap
mewakili tentang masalah pakaian perempuan ini yaitu QS. al Ahzab [33]: 59
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºs #oT÷r& br& z`øùt÷èã xsù tûøïs÷sã 3 c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÎÒÈ
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam suatu riwayat dari Ibnu Sa’ad yang bersumber dari Abi Malik
mengatakan bahwa istri-istri Rasulullah SAW pernah keluar malam hari untuk
buang air. Pada waktu itu kaum munafiqin mengganggu mereka dan menyakiti. Hal
ini diadukan kepada Rasulullah SAW, sehingga Rasul menegur kaum munafiqin,
mereka menjawab: “ Kami hanya mengganggu hamba sahaya”. Turunnya ayat ini
sebagai perintah untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya. [7]
Allah memerintahkan Nabi SAW supaya seluruh kaum muslimat terutama
istri-istri nabi sendiri dan putri-putrinya agar mereka mengulurkan jilbabnya
keseluruh tubuh mereka. Jilbab itu adalah sejenis baju kurung yang lapang, yang
dapat menutup kepala, muka dan dada. Yang demikian itu supaya mereka mudah
dikenal dengan pakaiannya, karena pakainnya berbeda dengan budak-budak wanita,
agar mereka tidak diganggu oleh orang-orang yang menyalahgunakan kesempatan.
Seorang perempuan yang berpakaian rapi dan sopan akan lebih mudah terhindar
dari gangguan orang-orang yang jahil, dan perempuan-perempuan yang membuka
auratnya di muka umum mudah dituduh atau dinilai sebagai wanita yang kurang
baik kepribadiannya. Dan bagi orang-orang yang dimasa lampuanya kurang
hati-hati tentang menutupi auratnya, lalu mengadakan perbaikan maka Allah Maha
Pengampun lagi Maha Pengasih.[8]
Berdasarkan penjelasan ayat di atas dapat diketahui kewajiban perempuan
mukmin adalah menutup seleruh tubuhnya dengan pakaian, kecuali bagian muka dan
telapak tangannya. Untuk membedakan mereka dengan perempuan-perempuan yang
tidak baik, dan agar mereka terhindar dari ganggun orang-orang jahil. Hal ini
diperintahkan Allah kepada Nabi SAW agar disampaikan kepada istri-istri,
putri-putri beliau dan perempuan-perempuan mukmin lainnya, supaya mereka
mengulurkan jilbabnya (pakaian) ke seluruh tubuhnya.
3.
Memberi ASI (Air Susu Ibu)
Menurut fitrah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan makanan. Bapak
dan ibu bertanggung jawab untuk memberikan makanan kepada bayinya, makanan yang
paling cocol untuk bayi adalah air susu ibu (ASI). Firman Allah dalam QS. al
Baqarah [2]: 233
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöã £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. (
ô`yJÏ9 y#ur& br& ¨LÉêã sptã$|ʧ9$# 4
n?tãur Ïqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4
w ß#¯=s3è? ë§øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4
w §!$Òè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ wur ×qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4
n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºs 3
÷bÎ*sù #y#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur xsù yy$oYã_ $yJÍkön=tã 3
÷bÎ)ur öN?ur& br& (#þqãèÅÊ÷tIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& xsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3
(#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ×ÅÁt/ ÇËÌÌÈ
Para ibu hendaklah
menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada
Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.
Ayat ini memerintahkan kepada para ibu agar menyusukan anak-anaknya.
Pengunaan kata al wâlidât dalam al Qur’an berbeda dengan ummahât. Kata
ummahât biasanya digunakan untuk menunjuk ibu kandung sedangkan kata al wâlidât maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung
maupun bukan. Ini berarti bahwa ASI dari ibu kandung atau bukan adalah makanan
terbaik buat bayi sampai usia dua tahun. Karena ASI mengandung saripati makanan
yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun ASI ibu
kandung lebih baik dari selainnya. Menurut penelitian bayi merasa lebih tentram
menyusu kepada ibu kandungnya, karena bayi telah mengenal secara khusus suara
detak jantung ibunya sejak dalam kandungan. Fitrah seorang ibu memiliki kasih
sayang yang mendalam kepada anaknya sehingga penyusuan langsung kepada ibu
berhubungan erat dengan jiwa dan mental anak.[9]
Penyusuan
selama dua tahun sudah dinilai sempurna oleh Allah SWT, ini merupakan anjuran
yang ditekankan. Kalau bapak ibu sepakat
untuk mengurangi juga dibolehkan. Dalam QS. al Ahqaf [46]: 15 dinyatakan bahwa
masa kehamilan dan penyusuan selama tiga puluh bulan ini berarti bila janin
dikandung selama sembilan bulan maka penyusuannya selama dua puluh satu bulan.
Dan jika janin dikandung selama enam bulan maka masa penyusuannya selama dua
puluh empat bulan.
Selama
masa menyusui ibu membutuhkan biaya agar kesehatannya selalu prima dan air
susunya selalu tersedia, maka kewajiban ayahlah untuk memberi makan, pakaian
dan kebutuhan lainnya, karena anak yang dilahirkan dinisbahkan kepada ayah.
Seorang ayah memberikan nafkah kepada ibu dari bayinya menurut sewajarnya
sesuai dengan kemampuannya. Seorang ibu tidak boleh menuntut nafkah diluar
kewajaran atau kemampuan sang ayah.
Dengan
ketentuan ini maka anak yang dilahirkan sudah mendapat jaminan pertumbuhan
fisik dan perkembangan jiwa dengan baik. Kalau ayah bayi sudah meninggal ahli
waris harus memberikan hak anak dari peniggalan ayahnya untuk biaya penyusuan
dan nafkah ibu yang menyusuinya.[10]
Dari
keterangan di atas dipahami bahwa kewajiban seorang ibu adalah menyusui anaknya
sampai usia dua tahun, karena ASI mempunyai kandungan saripati makanan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi serta kekebalan tubuhnya.
Dalam pemberian ASI terdapat unsur pendidikan seorang ibu, karena ibu
memberikan ASI dengan rasa kasih sayang kepada anaknya, sehingga jiwa kasih
sayang mulai tertanam dalam jiwa si anak.
Dari pembahasan pada bab yang keempat ini dapat dianalisa bahwa ada
beberapa hak dan kewajiban perempuan yang tercantum dalam al-Qur’an. Diantara
hak-hak perempuan adalah yang berhubungan dengan pernikahan seperti dipinang
(perempuan boleh dipinang oleh seorang laki-laki dengan cara sindiran),
larangan menikahi istri ayah (ibu Tiri), berikan mahar kepada perempuan dengan
penuh kerelaan, perempuan berhak diperlakukan secara adil (terutama sekali
dalam hak-hak syar’i seperti nafkah, giliran pulang, dll). Bila perempuan
ditalak oleh suaminya pada akhir masa idah, dia berhak dirujuki atau diceraikan
dengan cara yang baik. Idah perrmpuan yang ditalak oleh suaminya adalah tiga
kali suci (haid).
Perempuan berhak mendapat warisan sesuai dengan rincian yang telah
ditentukan oleh Allah seperti dapat
sepertiga jika punya saudara laki-laki, mendapat dua pertiga jika perempuan
lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki, dan anak perempuan mendapat
setengah jika dia sendiri. Perempuan juga berhak atas hasil usahanya seperti
dalam usaha peternakan yang dilakukan oleh dua orang putri Nabi Syu’aib As. Hak
lain dari perempuan adalah menjadi saksi dalam hal utang piutang dengan
ketentuan dua orang perempuan sama dengan satu orang laki-laki.
Islam juga memberikan hak hidup kepada perempuan, dan Allah mencela
perbuatan orang jahiliyah yang mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Dalam al-Qur’an
juga diceritakan seorang perempuan menjadi ratu yang memerintah suatu kerajaan
besar dan memiliki singgasana yang megah. Perempuan juga ikut menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar baik dalam keluarga maupun ditengah masyarakat. Perempuan
mukmin yang beramal soleh akan diberi Allah kehidupan yang layak dan diberi
balasan pahala yang lebih baik dari pada yang dikerjakannya.
Dari beberapa hak-hak perempuan yang dibicarakan di atas, maka hak yang
secara jelas (langsung) dapat diterima oleh perempuan adalah mahar, diperlakukan
secara adil, idah, warisan, dan hak hidup. Sedangkan hak-hak yang tidak
langsung diterima oleh perempuan adalah dipinang, dinikahi, ditalak, saksi, dan
lain-lain.
Kewajiban-kewajiban perempuan diantaranya adalah menutupi dan melengkapi
kekurangan suami. Istri juga berkewajiban untuk mengandung dan memelihara anak
dari suaminya. Perempuan mukmin juga berkewajiban untuk menutupi tubuhnya
dengan pakaian yang lapang dan tidak transparan untuk membedakan mereka dengan
perempuan-perempuan lain dan agar terhindar dari kejahatan orang-orang yang
tidak baik. Dan memberi ASI kepada anaknya
Dari kewajiban-kewajiban
perempuan yang telah dijelaskan ternyata kewajiban yang jelas dibebankan kepada
perempuan adalah menutup aurat, mengandung, memelihara anak (benih) dari suami
dan memberi ASI. Sedangkan kewajiban isteri sekaligus suami adalah saling
menutupi dan melengkapi kekurangan masing-masing.
[1] Al
Wahidi, op cit., h. 30
[2]
Depag RI, op cit., Jilid I, hlm. 315
[3]
Ibid, hlm. 316
[4] Al
Wahidi, op cit., h. 47
[5]
Depag RI, op cit., jilid 1, h. 377
[6] Ibid,
h .378
[7] A.
Mudjab Mahali, op cit., hlm. 691
[8]
Depag RI, op cit., Jilid VIII, hlm. 43
[10] Ibid,
h. 472
No comments:
Post a Comment