ISTILAH-ISTILAH
PEREMPUAN DALAM AL-QUR’AN
A. Istilah-istilah yang Dipakai Al-Qur’an untuk
Menyebutkan Perempuan
Ada
beberapa istilah yang digunakan al-Qur’an untuk menyebutkan perempuan, yaitu al
nisa’, al untsa, al mar’ah, al zawj, al umm, al bint, dan al ukht.
Berikut
penjelasan arti dari istilah – istilah tersebut, jumlah ayat dan contoh
pemakaiannya dalam al-Qur’an:
1. Al-Nisa’.
Kata al-nisa’
adalah bentuk jama’dari kata al-mar’ah berarti perempuan yang
sudah matang atau dewasa, berbeda dengan kata al-untsa berarti
jenis kelamin perempuan secara umum, dari yang masih bayi sampai yang sudah
berusia lanjut. Kata al-nisa’
berarti jender perempuan, sepadan dengan kata al-rijal yang
berarti jender laki-laki. Padanannya dalam bahasa Inggris adalah woman,
lawan dari kata man. Kata ini selain berati jender perempuan juga
berarti isteri (al-zawj).[1]
Kata al-nisa’
dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 59 kali, dalam 16 surat dan 53 ayat
dengan berbagai bentuk dalam al-Qur’an[2]
dengan kecendrungan pengertian dan maksud sebagai berikut:
a. Al-Nisa’
dalam arti jender perempuan seperti QS. al Nisa’ [4]: 7
A%y`Ìh=Ïj9 Ò=ÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# cqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uèYx. 4 $Y7ÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ
Bagi orang
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.
b. Al-Nisa’
dalam arti isteri-isteri seperti QS. al-Baqarah [2]: 223
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±o0ur úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
Isteri-isterimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Penggunaan
kata al- Nisa’ lebih terbatas dari pada penggunaan kata al-Rijal.
Kata al-Rijal bisa berarti jender laki-laki, orang, menunjuk
kepada pengertian Nabi atau Rasul, tokoh masyarakat, dan budak. Sedangkan kata al-Nisa’
hanya digunakan dalam arti perempuan dan isteri-isteri. Pada umumnya kata al-Nisa’
di dalam al-Qur’an digunakan untuk perempuan yang sudah berkeluarga, seperti
perempuan yang sudah nikah (QS. al-Nisa’[4]: 24). Sebagaimana halnya kata al-Imra’ah
tidak pernah digunakan untuk
perempuan di bawah umur. Bahkan kedua kata ini
lebih banyak digunakan di dalam kaitan tugas reproduksi perempuan.[3]
2. Al- Untsa
Kata al-untsa berasal dari kata annatsa
yang berarti “lemas, lembek (tidak keras), halus”. Kata al- unts pada
umumnya mengacu pada faktor biologis. Juga digunakan untuk jenis lain selain
manusia seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Padanannya dalam bahasa inggris
adalah female artinya perempuan atau betina[4]. Penggunaan
kata al- unts dalam al-Qur’an terulang sebanyak 29 kali, 17 surat
dan 26 ayat dengan berbagai bentuk dengan berbagai bentuk,[5] Seperti
firman Allah SWT dalam QS. Ali Imran [3]: 36
$£Jn=sù $pk÷Jyè|Êur ôMs9$s% Éb>u ÎoTÎ) !$pkçJ÷è|Êur 4Ós\Ré& ª!$#ur ÞOn=÷ær& $yJÎ/ ôMyè|Êur }§øs9ur ãx.©%!$# 4Ós\RW{$%x. ( ÎoTÎ)ur $pkçJø£Jy zOtötB þÎoTÎ)ur $ydäÏãé& Î/ $ygtGÍhèur z`ÏB Ç`»sÜø¤±9$# ÉOÅ_§9$# ÇÌÏÈ
Maka tatkala
isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, Sesunguhnya
Aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang
dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.
Sesungguhnya Aku Telah menamai dia Maryam dan Aku mohon perlindungan untuknya
serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang
terkutuk."
3. Al-Mar’ah/ al-Imra’ah
Kata al-mar’ah
/ al-imra’ah berasal dari kata mar’ berarti “baik, bermanfaat”. Dari
kata ini lahirlah kata al-mar’ah yang berarti perempuan dan al-mar’ berarti
laki-laki. Kata
al- mar’ah dalam al-Qur’an terulang sebanyak 24 kali dalam 15 surat dan
25 ayat dalam berbagai bentuk.[6] Yang selalu diartikan dengan isteri (
al-zaujah), seperti isteri Fir’aun dalam QS. al-Qashash [28]: 9.
Ms9$s%ur ßNr&tøB$# cöqtãöÏù ßN§è% &û÷ütã Ík< y7s9ur ( w çnqè=çFø)s? #Ó|¤tã br& !$oYyèxÿZt ÷rr& ¼çnxÏGtR #V$s!ur öNèdur w crããèô±o ÇÒÈ
Dan berkatalah
isteri Fir'aun: "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu.
janganlah kamu membunuhnya, Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita
ambil ia menjadi anak", sedang mereka tiada menyadari.
4. Al-Zawjah (isteri)
Kata Al-Zawjah sama dengan al-Zawj
berasal dari kata zâja-yazûju-zawjan, secara etimologi berarti “menaburkan,
menghasut”. Dalam penggunaannya kata al-zawuj biasa diartikan dengan
setiap pasangan dari sesuatu yang berpasang-pasangan, laki-laki atau perempuan,
jantan atau betina bagi hewan. Dalam kitab-kitab fiqh, isteri disebut zawjah
dan suami disebut zawj. Ahli nahw menganggap kata alzawj
mempunyai dua arti, yaitu arti muzakkar dan arti muannats.[7] Dalam al-Qur’an kata
al-zawj terulang sebanyak 81 kali dalam 39 surat dan 66 ayat dalam berbagai
bentuknya. [8]Seperti
QS. Al-A’raf [7]: 19
Py$t«¯»tur ô`ä3ó$# |MRr& y7ã_÷ryur sp¨Yyfø9$# xä3sù ô`ÏB ß]øym $yJçFø¤Ï© wur $t/tø)s? ÍnÉ»yd notyf¤±9$# $tRqä3tFsù z`ÏB tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÈ
(dan Allah berfirman):
"Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah
olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu
berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang
yang zalim."
5. Al-umm
(ibu)
Kata al-Umm berasal dari bahasa
Arab amma –yaummu-umman berarti ”bermaksud, menuju, bergerak”. Bentuk
jama’nya adalah al-Ummaat al-Ummahaat. Kata al- Umm
menurut bahasa berarti “segala sesuatu yang menjadi sumber terujudnya sesuatu,
membina, memperbaiki, dan memulainya
disebut ibu”.[9]
Dalam al-Qur’an
kata al-Umm terulang sebanyak 34 kali dalam berbagai bentuknya pada 22
surat dan 31 ayat,[10]
misalnya dalam QS. Al-Qashash [28]: 7
!$uZøym÷rr&ur #n<Î) ÏdQé& #ÓyqãB ÷br& ÏmÏèÅÊör& (
#sÎ*sù ÏMøÿÅz Ïmøn=tã ÏmÉ)ø9r'sù Îû ÉdOuø9$# wur Îû$srB wur þÎTtøtrB ( $¯RÎ) çnr!#u Å7øs9Î) çnqè=Ïæ%y`ur ÆÏB úüÎ=yößJø9$# ÇÐÈ
Dan kami
ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati, Karena Sesungguhnya kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari para rasul.
6. Al-Bint (anak perempuan)
Kata al-Bint berasal dari akar kata
bana-yabni-bina’ berarti ”membangun, membina, menyusun, dan membuat
pondasi”. Dari akar kata tersebut lahirlah kata bint (anak perempuan),
yang sewazan dengan fi’lun. Jama’nya adalah banat, yang secara
khusus menunjuk kepada anak-anak perempuan. Kata al banat
dalam al-Qur’an terulang sebanyak 19 kali dalam 11 surat dan 14 ayat dalam berbagai
bentuk,[11] seperti dalam QS. al-Ahzab [33]: 59.
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºs #oT÷r& br& z`øùt÷èã xsù tûøïs÷sã 3 c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÎÒÈ
Hai nabi,
Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena
itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
7. Al-Ukht (saudara perempuan)
Kata al-Ukht artinya saudari jamaknya adalah akhawât,
sama dengan al-akh artinya saudara, bentuk jama’nya adalah ikhwah,
ukhwah, ikhwan dan akha’. Kata ukht terulang dalam al-Qur’an
sebanyak 13 kali dalam 8 surat dan 11 ayat dalam berbagai bentuk,[12]
Diantaranya adalah, QS. Maryam [19]: 28
|M÷zé'¯»t tbrã»yd $tB tb%x. Ï8qç/r& r&tøB$# &äöqy $tBur ôMtR%x. Å7Bé& $|Éót/ ÇËÑÈ
Hai saudara
perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu
sekali-kali bukanlah seorang pezina",
Dari
beberapa istilah yang digunakan Al-Qur’an untuk menyebut perempuan dapat
diketahui bahwa al Nisa’/ al Mar’ah umumnya digunakan al-Qur’an untuk
perempuan yang sudah dewasa khususnya yang sudah kawin. Dan lebih banyak
berarti isteri. Al Untsa digunakan jika yang hendak diungkap perempuan
dari segi biologis. Al zawj yang berarti pasangan, ahli fiqih
menyebut istilah zawjah untuk isteri, sedangkan ahli nahwu mengartikan
al zawj dengan suami atau isteri. Al Umm bentuk jamaknya ummahat
yang berarti ibu. Al Bint yang sewazan dengan fi’lun yang secara
khusus berarti anak perempuan. Dan al Ukht yang berarti saudari
sama dengan al akh yang berarti saudara.
B. Nama Perempuan yang Disebutkan Secara Eksplisit
dan Inplisit dalam Al-Qur’an
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tokoh wanita dalam al-Qur’an
pada umumnya tidak dipanggil atau disebut dengan namanya yang jelas, tetapi
ditampilkan dalam bentuk idhafah, yang menunjuk pada tokoh dan peran tertentu,
misalnya imra’ah Fir’aun (QS. al Tahrim [66]: 11), zawj Adam (QS.
al Baqarah [2]: 35, ukht Harun (QS. Maryam [19]: 28), umm Musa (QS.
al Qashsh [28]: 7), nisa’ al nabi (QS. al Ahzab [33]: 32), imrah
Ibrahim (QS. al Zariyat [51]: 29,) ukht Musa (QS. al Qashash [28]: 11), banât
Luth (QS. Hud [11]: 78), ibnat Imran (QS. al Tahrim [66]: 120, imrah
Imran (QS.ali Imram [3]: 35), imrah al Aziz (QS. Yusuf [12]: 30), imrah
Abi Lahab ( QS. al Lahab [111]: 4), Imratay Syu’aib (QS. al Qashash [28]: 23) dan
perempuan-perempuan Mesir (QS. Yusuf [12]: 30).
Al-Qur’an menyebut atau memanggil perempuan dengan istilah-istilah
tersebut, tidak dengan namanya yang jelas tentu ada tujuan atau hikmah tertentu
yang hendak dicapai. Ada beberapa hikmah dari sapaan kepada perempuan ini
yaitu, satu, sebutan ini adalah suatu keistimewaan budaya yang penting
yang memperlihatkan penghormatan kepada para wanita, prinsip umumnya bahwa
wanita harus disapa secara terhormat, dimaksudkan untuk mereka yang membaca
al-Qur’an di masa yang berbeda. Dua, penyebutan perempuan dengan identitas
atau simbol juga dimaksudkan agar para mufassir selalu mengkaji dan mendalami
istilah tersebut disetiap priode, sehingga penafsirannya selalu cocok dan
aktual di sepanjang zaman. Tiga hikmah yang lain adalah, karena tabiat
perempuan itu pemalu, maka namanyapun disembunyikan dengan menyebutkan nama
suaminya seperti, isteri Nabi Nuh, isteri
Nabi Ibrahim, isteri pembesar Mesir.
Satu-satunya nama perempuan yang disebut secara jelas dalam al-Qur’an
adalah Maryam binti ‘Imran, ibunda Nabi Isa AS. Maryam artinya adalah wanita
yang taat beribadah. Nama Maryam disebutkan dalam al-Qur’an secara jelas sebanyak
34 kali dan tersebar dalam 12 surat,[13]
bahkan sebuah surat menggunakan nama Maryam. Kisah-kisah perempuan dalam
al-Qur’an yang disebutkan secara langsung maupun tidak langsung secara khusus
membicarakan jenis-jenis perempuan berdasarkan amalnya. Kadang-kadang al-Qur’an
menunjuk nama yang jelas jika perempuan yang dilukiskannya adalah perempuan
ideal, untuk melukiskan perempuan yang tidak baik al-Qur’an tidak pernah
menyebut namanya secara langsung. Berikut disebutkan tokoh-tokoh perempuan yang
ada dalam al-Qur’an yang disebutkan secara simbolik, yaitu:
Pertama, Istri Fir’aun (QS. al-Tahrim [66]: 11)
UuÑur ª!$# WxsVtB úïÏ%©#Ïj9 (#qãZtB#uä |Nr&tøB$# cöqtãöÏù øÎ) ôMs9$s% Éb>u Èûøó$# Í< x8yYÏã $\F÷t/ Îû Ïp¨Yyfø9$# ÓÍ_ÅngwUur `ÏB cöqtãöÏù ¾Ï&Î#yJtãur ÓÍ_ÅngwUur ÆÏB ÏQöqs)ø9$# úüÏJÎ=»©à9$# ÇÊÊÈ
dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah
untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari
Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.
Allah SWT mencontohkan
istri yang beriman yang memohonkan keselamatan kepada Allah SWT, dan supaya
dibangunkan rumah di surga, dia juga bermohon agar terbebas dari perbuatan
fir’aun yang kejam. Dengan keimanannya dia mampu berpaling dari kenikmatan dan
kemewahan hidup sebagai permaisuri raja di istana yang megah, dia tetap
berharap ridha dan pertolongan Rabb-Nya.[14]
Kedua, Ummu Musa. Musa dilahirkan pada waktu Fir’aun sedang membantai
semua bayi laki-laki Yahudi. Allah memutuskan bahwa bayi ini akan mengisi
jabatan kenabian, hal ini diabadikan dalam QS. al-Qashash [28]: 7-13. Makna
yang terpenting dari ayat tersebut adalah al-Qur’an menyatakan bahwa ibu Musa
menerima wahyu dengan maksud bahwa ia telah melakukan komunikasi ilahiyah dengan
Allah.[15]
Ketiga, istri Nuh As dan Istri
Luth As, dalam QS. al Tahrim [66]: 10 dan QS. al A’raf [7]: 83 disebutkan
pengkhianatan yang dilakukan oleh istri nabi Nuh as dan istri nabi Luth as
adalah dalam bidang dakwah bukan penyelewengan seksual. Status kerasulan dan
kenabian suami mereka tidak dapat melindungi mereka dari azab api neraka.[16]
Dari tiga kisah perempuan di atas dapat diketahui bahwa
seorang istri raja yang kejam, mampu mempertahankan keimanannya, berpaling dari
kemewahan dan kemegahan duniawi dan selalu berharap ridho dengan pertolongan Allah
di dunia dan akhirat.
Dan juga kisah
mengenai naluri dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, yang sangat
khawatir tentang keselamatan anaknya dari pembantaian bayi laki-laki.
Selanjutnya kisah dua orang perempuan yang berkhianat kepada
suaminya yang hidup dibawah naungan dua orang hamba Allah shaleh yaitu istri
Nuh as, istri Luth as. Namun pangkat kenabian dan kerasulan suami mereka tidak dapat melindungi
dari azab Allah.
Pembahasan dalam bab kedua dapat dianalisa bahwa pembicaraan
al-Qur’an tentang perempuan ada yang jelas menyebut nama dan ada yang berbentuk
istilah-istilah. Satu-satunya nama perempuan yang disebut secara jelas dalam
al-Qur’an adalah Maryam Putri Imran. Sebutan al-Qur’an untuk perempuan yang
berbentuk istilah-istilah adalah al- Nisa’, al-Unsa, al-Mar’ah, al-Zaujah,
al-Umm, al-Bint, dan al-Ukht. Kata al-Nisa’ dalam al-qur’an
diartikan perempuan yang sudah dewasa, pada umumnya diungkapkan al-Qur’an dalam
konteks pembicaraan tentang perkawinan, hubungan suami-istri, perceraian,
pewarisan dan aurat atau kesopanan.
Sebagaimana kata al-Nisa’, kata al-Mar’ah juga
digunakan untuk perempuan yang sudah dewasa atau Isteri, keduanya lebih
berorientasi kepada reproduksi perempuan. Kata al-Untsa biasanya
diartikan dengan jenis kelamin perempuan mulai dari bayi sampai lanjut usia,
tidak punya makna selain yang mengacu kepada faktor biologis. Sedangkan al
zawj bisa diartikan dengan sesuatu yang berpasang-pasangan seperti
manusia (laki-laki dan perempuan atau suami dan isteri) ataupun hewan (jantan
dan betina) dan lain-lain.
Al Umm jama’nya
adalah al ummahât yang berarti segala sesuatu yang
menjadi sumber terwujudnya sesuatu, membina, memperbaiki dan memulainya disebut
ibu. Kata Al Umm lebih banyak dihubungkan dengan tanggung jawab
reproduksi dan pembinaan internal rumah tangga. Sedangakan al ummahât
pada umumnya digunakan untuk pengertian ibu-ibu, juga untuk menyebut
isteri-isteri nabi sebagai ibu kehormatan. Al Bint jama’nya al banât
artinya secara khusus menunjuk kepada anak-anak perempuan. Al ukht
jama’nya akhawât yang berarti saudara perempuan.
Dilihat dari segi jumlah identitas yang digunakan untuk
perempuan yang sudah berkeluarga atau sebagai isteri lebih banyak dari pada
identitas perempuan sebagai gender atau perempuan yang belum berkeluarga, hal
ini menunjukkan bahwa al-Qur’an lebih banyak membicarakan masalah-masalah
perempuan yang sudah berkeluarga dari perempuan yang belum berkeluarga. Dan
ternyata masalah yang dialami oleh perempuan yang sudah berkeluarga lebih
banyak bila dibandingkan dengan masalah yang dialami oleh perempuan yang belum
berkeluarga.
[2] Muhammad Fuad Abdul Baqii, Mu’jam li al
Mufahras li al Faazi al-Qur’an al Karim, (Kairo: Dâr
al Hadis), th. 1991, h.871, selanjtunya disebut Abdul Baqii. Ayat-ayatnya
adalah: QS. 12: 30,50, QS. 2:
222,231,232,235,236,2,223,187,226, QS. 3: 14, 42,61, QS. 4:
1,3,4,7,11,19,22,24,32,34,43,75,97,127,129,176,15,23, QS. 5:6, QS. 7:
81,141,128, QS. 24:60,31, QS. 27: 55,33,30,32,52,59,55, QS. 48: 25, QS. 49: 11,
QS. 65: 1,4, QS. 14: 6, QS. 28: 4, QS. 40: 25, QS. 58: 2,3
[3] Nasaruddin, op cit., h. 164
[4] Ibid,
[5] Abdul Baqii, op cit., h. 118-119,
ayat-ayatnya adalah QS. 2: 178, QS. 3: 36,195, QS. 4: 124, 11, 176, QS. 13: 8, QS. 16: 57,97, QS. 35:
11, QS. 40: 40, QS. 41:47, QS. 49: 13, QS. 53: 21, 27,45, QS. 75: 39, QS. 92:
3, QS. 6: 143,144, QS. 17: 40, QS. 37: 150, QS. 42: 49, 50, QS. 43: 19
[6]
Ibid, h. 838, ayat-ayatnya adalah QS. 3:
35, 40, QS. 4: 12,128, QS. 12: 30, 51,21, QS. 27: 23,57, QS. 28: 9, 23, QS. 33:
50, QS. 66: 10,11, QS. 11: 81, 71, QS. 29: 33, 32, QS. 7: 83, QS. 15: 60, QS.
51: 29, QS. 111: 4, QS. 19: 5,8, QS. 2: 282
[7]
Nasaruddin, op cit., h. 174
[8] Abdul Baqii, op cit., h. 422-423,
ayat-ayatnya adalah QS. 33: 37, 52,6,53,28,59,50,4, QS. 44: 54, QS. 52: 2, QS.
42: 11,50, QS. 81: 7, QS. 4: 20,1,12, QS. 22: 5, QS. 26: 7, 166, QS. 60: 11,
QS. 2: 35,230,102,25,234,240,232, QS. 7: 18, 189, QS. 20: 117, 53, QS. 21: 90,
QS. 39: 6, QS. 58: 1, QS. 55: 52, QS. 11: 40, QS. 13: 3, 38,23, QS. 40: 8, QS.
15: 88, QS. 23: 27,6, QS. 51: 49, QS. 53: 45, QS. 75: 39, QS. 3: 15, QS. 38:
58, QS. 6: 143, 139, QS. 16:72, QS. 30: 21, QS. 35: 11, QS. 56: 7, QS. 66: 5,
3,1, QS. 78: 8, QS. 36: 36,56, QS. 43: 12,70, QS. 9: 24, QS. 24: 6, QS.37: 22,
QS. 25: 74
[9]
Nasaruddin, op cit., h. 185
[10] Abdul
Baqii, op cit., h. 101-102, ayat-ayatnya adalah QS. 3: 7, QS. 6: 92, QS.
7: 150, QS. 13: 39, QS. 20: 94, 38,40, QS. 28: 7,10,13, 59, QS. 42: 7, QS. 43:
4, QS. 19: 28, QS. 4: 11, 23, QS. 5: 17, 75,116, QS. 23: 59, QS. 31: 14, QS.
46: 15, QS. 80: 35, QS. 101: 9, QS. 16: 78, QS,24: 61, QS. 33: 4,6, QS. 39:
6,QS. 53: 32, QS. 58: 2
[11] Ibid, h.176, ayat-ayatnya adalah QS. 66: 12, QS.
28: 27, QS. 4: 23, QS. 6: 100, QS. 16: 57, QS. 33: 50,59, QS. 37: 149, 150, QS.
43: 16, QS. 52: 39, QS. 11: 79,78, QS. 15: 71
[12] Ibid,
h. 31, ayat-ayatnya adalah QS. 4: 12,23,176, QS. 19: 28, QS. 20: 40, QS. 28:
11, QS. 7: 38, QS. 43: 48, QS. 24: 61,31, QS. 33: 55
[13] Muhammad Fuad Abdul Baqii, Mu’jam
li al Mufahras li al Faazi al-Qur’an al Karim, (Kairo: Dâr al Hadis), th. 1991, h. 839. Ayat-ayatnya adalah QS.2:
78,253, QS.3: 36,37,42,43,44,45, QS.4: 156,157,171, QS. 5:
17,17,46,72,75,78,110,112,114,116, QS. 9: 31, QS. 19: 16,27,34, QS. 23:50,
QS.33: 7, QS.43: 7, QS.57: 27, QS.61: 6,14, QS.66: 12
[14] Sayyid Quthb, Fi Zilal al Qur’an, Penj. As’ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani
Press), tahun 2004, jilid 2, h. 328
[15] Amina Wadud, Qur’an menurut Perempuan, penj.
Abdullah Ali, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta), th. 2001, h. 85
No comments:
Post a Comment