Sunday, September 29, 2019

Tafsir al-Mishbâh


A.    Tafsir al-Mishbâh
1.    Pengenalan Umum Tafsir al-Mishbâh
          Tafsir al-Mishbâh merupakan karya besar M. Quraish Shihȃb dalam kajian tafsir.  M. Quraish Shihȃb  mulai menulisnya pada hari jum’at 4 Rabî’ul awal 1420 H / 18 Juli 1999 di Kairo dan selesai pada hari Jum’at 8 Rajab 1423 H / 5 September 2003 di Jakarta.[1] Tafsir Al-Misbâh terdiri dari 15 volume, diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati, serta telah dicetak berulang-ulang. Ada dua fersi yang diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati, persi terbaru terbit pada tahun 2009, dengan cover warna biru muda. Ada sedikit perbedaan antara cetakan yang lama dengan cetakan baru, cetakan terbaru ayat hanya ditampilkan ketika mengelompokkan ayat dalam tema pokok saja, ketika akan ditafsirkan yang ditampilkan hanya terjemahan saja.
2.    Latar Belakang Pemilihan Nama al-Mishbah
Kitab tafsir ini diberi nama Tafsir al-Mishbâh; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, yang kemudian biasa disingkat dengan Tafsir al-Mishbâh. Pemilihan nama ini tentulah melalui berbagai pertimbangan,  hal ini dapat dianalisa melalui uraian-uraian yang diungkapkan M. Quraish Shihȃb dalam kata sambutannya yang berjudul “Sekapur Sirih” kemudian pada “Pengantar” dari karya ini. Bila diteliti dengan cermat maka akan tersirat argument yang mendasari pemilihan nama ini, beliau pernah mengatakan bahwa :
“Hidangan ini membantu manusia untuk memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita bagi umat Islam dalam menghadapi persoalan hidup. Bahasanya yang demikian mempesona, redaksinya yang demikian teliti, dan mutiara pesan-pesannya yang demikian agung, telah mengantar kalbu masyarakat yang ditemuinya berdecak kagum, walaupun nalar sebagian mereka menolaknya. Nah terhadap yang menolak itu al-Qur’an tampil sebagai mukjizat, sedang fungsinya sebagai hudan ditunjukkan kepada seluruh umat manusia, namun yang memfungsikannya dengan baik hanyalah orang-orang yang bertaqwa”.[2]

Jika dilihat dari makna, padanan kata, dan fungsinya, pemilihan nama Tafsir al-Mishbȃh terhadap karya tafsirnya dapat dilihat dari fungsi tafsir tersebut bagi umat manusia khususnya Indonesia. Misbȃh berarti lampu yang gunanya untuk menerangi kegelapan, maka di sinilah manfaat dari kitab tafsir ini, yaitu dapat membantu dalam menemukan petunjuk Ilahi, sehingga kegelapan dapat dihilangkan dengan bantuan Tafsir al-Mishbȃh.
3.    Metode Penafsiran  M. Quraish Shihȃb dalam Tafsir al-Mishbȃh
Tafsir al-Mishbȃh merupakan kitab tafsir yang disusun menggunakan metode tahlîli, yakni penafsiran ayat demi ayat sesuai susunan surat dalam al-Qur’an. Namun dalam menafsirkan ayat M. Quraish Shihȃb berusaha menghidangkan tema pokok surah, ia   juga menampilkan ayat-ayat lain yang berhubungan dengan ayat yang tengah ditafsirkan. Hal tersebut dapat dilihat pada pengakuan M. Quraish Shihȃb dalam sambutan Sekapur Sirihnya ia menegaskan, “Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’an, saya berusaha dan akan terus berusaha membahasa tujuan surat, atau tema pokok surat. Para pakar tafsir menjelaskan bahwa  setiap surat ada tema pokoknya, pada tema itulah berkisar uraian ayat-ayatnya. Jika mampu mengenal tema- tema pokok itu, maka secara umum akan dapat memperkenalkan pesan utama setiap surat, dan dengan memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini akan dikenal lebih dekat dan mudah dipahami”.
Adapun rincian metode atau langkah-langkah yang digunakan oleh M. Quraish Shihȃb dalam menafsirkan ayat pada Tafsir al-Mishbâh adalah: 
a.    Sebelum  menafsirkan ayat M. Quraish Shihȃb memberikan pengantar pada awal setiap surat, pengantar tersebut berisi  penjelasan mengenai isi surat secara global. Khusus pada surat al-Fātihah, pengantar surat tersebut sangat panjang lebar, mengingat surat al-Fātihah adalah Ummu al-Qur’ân.  
b.    Setelah memberikan  kata pengantar pada surat yang akan ditafsirkan, M. Quraish Shihȃb mengelompokkan ayat-ayat yang setema. Misalnya surat al-Fâtihah ia bagi dua kelompok, ayat 1-4 untuk kelompok pertama dan ayat 5-7 untuk kelompok kedua. Setelah dikelompokkan baru ia tafsirkan ayat tersebut satu persatu.
c.    Ketika menafsirkan ayat, M. Quraish Shihȃb selalu mengawalinya dengan menerjemahkan ayat secara sepotong-sepotong terlebih dahulu, setelah itu baru ia jelaskan secara lebih detail.
d.   Setelah menafsirkan ayat secara umum seperti pada poin c, kemudian M. Quraih Shihȃb menjelaskan ayat dengan penjelasan yang lebih dalam dan luas. Biasanya M. Quraish Shihȃb menjelaskan dengan memenggal-menggal ayat.[3]
e.    Menjelaskan sebagian ayat  dengan ilmu modern dan penemuan ilmiah yang sudah terbukti. Misalnya ketika ia menjelaskan surat al-An`âm ayat 99, ia menjelaskan berbagai aspek, mulai dari manfaat air hujan, zat Hemoglobin yang diperlukan untuk pernafasan, ogsigen, nitrogen dan lain-lain.[4]
M. Quraish Shihȃb mengatakan bahwa ada dua kaidah yang yang berkaitan dengan Asbâb al-Nuzûl, mayoritas ulama mengemukakan kaidah al-‘ibratu bi ‘umûmi al-lafzhi lȃ bi khushûshi al-sabab, sedangkan sebagian kecil ulama mengemukakan kaidah al-‘ibratu bi khushûshi al-sabab lȃ bi ‘umûmi al-lafzhi.[5]



[1] M. Quraish Shihȃb, Tafsir al- Mishbȃh,: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 1421 H / 2005 M), vol. 15,  lihat bagian kata penutup
[2] M. Quraish Shihȃb, Tafsir al- Mishbȃh, Vol. 15, lihat bagian kata penutup
[3] M. Quraish Shihȃb, Tafsir al- Mishbȃh,Vol 15 bagian penutup
[4] Ibid., Vol 3, hal. 573-574
[5] M. Quraish Shihȃb,  Membumikan al-Qur’ȃn, op.cit, hal. 89 

No comments:

Post a Comment