A.
Tafsir al-Mishbâh
1.
Pengenalan Umum Tafsir al-Mishbâh
Tafsir
al-Mishbâh merupakan
karya besar M. Quraish Shihȃb dalam kajian tafsir. M. Quraish Shihȃb mulai menulisnya pada hari jum’at 4 Rabî’ul
awal 1420 H / 18 Juli 1999 di Kairo dan selesai pada hari Jum’at 8 Rajab 1423 H
/ 5 September 2003 di Jakarta.[1] Tafsir Al-Misbâh terdiri dari 15 volume, diterbitkan
oleh penerbit Lentera Hati, serta telah dicetak berulang-ulang. Ada dua fersi yang diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati, persi terbaru terbit pada
tahun 2009, dengan cover warna biru muda. Ada sedikit perbedaan antara cetakan
yang lama dengan cetakan baru, cetakan terbaru ayat hanya ditampilkan ketika
mengelompokkan ayat dalam tema pokok saja, ketika akan ditafsirkan yang ditampilkan
hanya terjemahan saja.
2. Latar Belakang
Pemilihan Nama al-Mishbah
Kitab tafsir ini diberi nama Tafsir
al-Mishbâh; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, yang kemudian
biasa disingkat dengan Tafsir al-Mishbâh. Pemilihan nama ini tentulah
melalui berbagai pertimbangan, hal ini
dapat dianalisa melalui uraian-uraian yang diungkapkan M. Quraish Shihȃb dalam
kata sambutannya yang berjudul “Sekapur Sirih” kemudian pada “Pengantar”
dari karya ini. Bila diteliti dengan cermat maka akan tersirat argument yang
mendasari pemilihan nama ini, beliau pernah mengatakan bahwa :
“Hidangan ini membantu manusia untuk
memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita bagi
umat Islam dalam menghadapi persoalan hidup. Bahasanya yang demikian mempesona,
redaksinya yang demikian teliti, dan mutiara pesan-pesannya yang demikian
agung, telah mengantar kalbu masyarakat yang ditemuinya berdecak kagum,
walaupun nalar sebagian mereka menolaknya. Nah terhadap yang menolak itu
al-Qur’an tampil sebagai mukjizat, sedang fungsinya sebagai hudan
ditunjukkan kepada seluruh umat manusia, namun yang memfungsikannya dengan baik
hanyalah orang-orang yang bertaqwa”.[2]
Jika dilihat dari makna, padanan kata, dan
fungsinya, pemilihan nama Tafsir al-Mishbȃh terhadap karya tafsirnya dapat
dilihat dari fungsi tafsir tersebut bagi umat manusia khususnya Indonesia. Misbȃh
berarti lampu yang gunanya untuk menerangi kegelapan, maka di sinilah manfaat
dari kitab tafsir ini, yaitu dapat membantu dalam menemukan petunjuk Ilahi,
sehingga kegelapan dapat dihilangkan dengan bantuan Tafsir al-Mishbȃh.
3.
Metode Penafsiran M. Quraish
Shihȃb dalam Tafsir al-Mishbȃh
Tafsir al-Mishbȃh merupakan
kitab tafsir yang disusun menggunakan metode tahlîli, yakni
penafsiran ayat demi ayat sesuai susunan surat
dalam al-Qur’an. Namun dalam menafsirkan ayat M. Quraish Shihȃb berusaha menghidangkan
tema pokok surah, ia juga menampilkan ayat-ayat
lain yang berhubungan dengan ayat yang tengah ditafsirkan. Hal tersebut dapat dilihat pada pengakuan M. Quraish Shihȃb dalam sambutan Sekapur Sirihnya ia menegaskan, “Dalam konteks
memperkenalkan al-Qur’an, saya berusaha dan akan terus berusaha membahasa tujuan surat, atau tema pokok surat. Para pakar tafsir menjelaskan bahwa setiap
surat ada tema pokoknya, pada tema itulah berkisar uraian ayat-ayatnya. Jika
mampu mengenal tema- tema pokok itu, maka secara
umum akan dapat memperkenalkan pesan utama setiap surat, dan dengan
memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini akan
dikenal lebih dekat dan mudah dipahami”.
Adapun rincian metode atau langkah-langkah
yang digunakan oleh M. Quraish Shihȃb dalam menafsirkan ayat pada Tafsir al-Mishbâh
adalah:
a. Sebelum
menafsirkan ayat M. Quraish Shihȃb memberikan pengantar pada awal
setiap surat, pengantar tersebut berisi
penjelasan mengenai isi surat secara global. Khusus pada surat al-Fātihah, pengantar
surat tersebut sangat panjang lebar, mengingat surat al-Fātihah adalah Ummu
al-Qur’ân.
b. Setelah memberikan kata pengantar pada surat yang akan
ditafsirkan, M. Quraish Shihȃb mengelompokkan ayat-ayat yang setema. Misalnya
surat al-Fâtihah ia bagi dua kelompok, ayat 1-4 untuk kelompok pertama dan ayat
5-7 untuk kelompok kedua. Setelah dikelompokkan baru ia tafsirkan ayat tersebut
satu persatu.
c. Ketika menafsirkan ayat, M. Quraish Shihȃb selalu
mengawalinya dengan menerjemahkan ayat secara sepotong-sepotong terlebih dahulu,
setelah itu baru ia jelaskan secara lebih detail.
d. Setelah menafsirkan ayat secara umum seperti
pada poin c, kemudian M. Quraih Shihȃb menjelaskan ayat dengan penjelasan yang
lebih dalam dan luas. Biasanya M.
Quraish Shihȃb menjelaskan dengan memenggal-menggal ayat.[3]
e. Menjelaskan sebagian ayat dengan ilmu modern dan penemuan ilmiah yang
sudah terbukti. Misalnya ketika ia menjelaskan surat al-An`âm ayat 99, ia
menjelaskan berbagai aspek, mulai dari manfaat air hujan, zat Hemoglobin
yang diperlukan untuk pernafasan, ogsigen, nitrogen dan
lain-lain.[4]
M. Quraish Shihȃb mengatakan bahwa
ada dua kaidah yang yang berkaitan dengan Asbâb al-Nuzûl, mayoritas
ulama mengemukakan kaidah al-‘ibratu bi ‘umûmi al-lafzhi lȃ bi khushûshi
al-sabab, sedangkan sebagian kecil ulama mengemukakan kaidah al-‘ibratu
bi khushûshi al-sabab lȃ bi ‘umûmi al-lafzhi.[5]
[1] M. Quraish Shihȃb, Tafsir al- Mishbȃh,: Pesan, Kesan, dan Keserasian
al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 1421 H / 2005 M),
vol. 15, lihat bagian kata penutup
No comments:
Post a Comment