1.
Pendidikan M. Quraish Shihȃb
Setelah menyelesaikan sekolah dasar di Ujung Pandang, M. Quraish
Shihȃb melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang yaitu di Pondok Pesantren
Dâr al-Hadîts al-Fâqihiyyah.[1]
Sejak kecil M. Quraish Shihȃb sudah berminat mendalami studi al-Qur’an,
akan tetapi nilai bahasa Arabnya ditingkat menengah kurang dan tidak diizinkan
untuk melanjutkan studinya ke Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis
Universitas al-Azhar. M. Quraish Shihȃb bersedia mengulang selama satu tahun
untuk mendalami dan mempelajari bahasa Arab kembali. Pada tahun 1958 M. Quraish
Shihȃb berangkat ke Kairo Mesir atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah
Sulawesi. M. Quraish Shihȃb diterima di kelas II Tsanawiyyah Al-Azhar.[2] Seperti diketahui, Universitas Al-Azhar
merupakan pusat pergerakan pembaharuan Islam dan juga tempat yang tepat untuk
studi al-Qur’an. Sejumlah tokoh seperti Muhammad Rasyîd Ridhâ adalah mufassir
kenamaan yang berasal dari Mesir. Selama di Mesir M. Quraish Shihȃb tidak
banyak melibatkan diri dalam aktifitas kemahasiswaan, meskipun demikian, ia
sangat aktif memperluas pergaulannya, terutama dengan sejumlah mahasiswa yang
berasal dari negara-negara lain. M.
Quraish Shihȃb mengatakan, “ Bergaul dengan mahasiswa asing, ada dua manfaat yang dapat
diambil. Pertama, dapat memperluas wawasan mengenai kebudayaan
bangsa-bangsa lain. Kedua, dapat memperlancar bahasa Arab”. Belajar di
Mesir, sangat menekankan aspek hafalan dan hal ini juga dialami oleh M. Quraish
Shihȃb, Ia mengaku bahwa jika jawaban ujian tidak persis dengan catatan maka
nilainya akan berkurang. [3]
Pada tahun 1967, M. Quraish Shihȃb mendapatkan gelar
Lc dari Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Universitas al-Azhar. Kemudian
Ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 Ia
berhasil meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir al-Qur’an. Untuk
meraih Gelar MA-nya M. Quraish Shihȃb menulis Tesis dengan judul al-I`jâz
al-Tasyrī`i lî al-Qur’ân al-Karīm. Pilihannya menulis tesis mengenai
mukjizat ini bukan kebetulan, tetapi memang dari hasil bacaan M. Quraish Shihȃb terhadap realitas masyarakat Muslim yang
diamatinya. Menurutnya, gagasan tentang kemukjizatan al-Qur’an dikalangan
masyarakat muslim telah berkembang sedemikian rupa sehingga tidak jelas lagi
mana yang mu’jizât dan mana yang keistimewaan. Mu’jizât dan
keistimewaan menurut M. Quraish Shihȃb merupakan dua hal yang berbeda, tapi
keduanya masih sering dicampur adukkan, bahkan dikalangan Ahli Tafsir
sekalipun.[4]
Kemudian M. Quraish Shihȃb
kembali lagi ke Mesir untuk meneruskan studinya hingga meraih gelar Doktor di
bidang Tafsir. Pada tahun 1982 M. Quraish Shihȃb
berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan Yudisium Summa
Cumlaude disertai penghargaan tingkat I (mumtaz ma'a martabat al-syaraf
al-`ula)dengan disertasi berjudul "Nazhm al-Durar li al-Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah".[5]
[4] M.
Quraish Shihȃb, Mu’jizât al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiyah dan pemberitaan Ghaib, cet. V, (Bandung,
Mizan, 1999), hal.
7-8
No comments:
Post a Comment