1.
Karir M. Quraish Shihȃb
Setelah berada di Ujung Pandang, M. Quraish Shihȃb dipercaya menjabat
Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan IAIN Alauddin Ujung Pandang.
Selain itu, M. Quraish Shihȃb juga memiliki jabatan-jabatan lain, di dalam
kampus beliau dipercaya menjabat
sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur,
di luar kampus sebagai pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam
bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang, M. Quraish Shihȃb juga sempat
melakukan berbagai penelitian antara lain; penelitian dengan tema "Penerapan
Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur" (1975) dan "Masalah
Wakaf Sulawesi Selatan" (1978).[1]
Setelah menyelesaikan program Doktornya di Mesir beliau kembali ke
Indonesia dan sejak tahun 1984, M. Quraish Shihȃb ditugaskan di Fakultas
Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercaya
menduduki berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat
pada tahun 1984. Anggota Lajnah Pentashih al-Quran Departemen
Agama sejak 1989, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak 1989 dan
Ketua Lembaga Pengembangan. M. Quraish Shihȃb juga banyak terlibat dalam
beberapa organisasi professional antara lain; Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari'âh,
Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).[2]
M. Quraish Shihȃb juga terlibat dalam berbagai
kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. M. Quraish Shihȃb aktif dalam
kegiatan tulis-menulis di surat kabar Pelita setiap hari rabu menulis dalam
rubrik "Pelita Hati". Dia juga mengasuh rubrik "Tafsir
Al-Amânah" dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta. Selain
itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulûmu al-Qur'ân
dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta. Buku suntingan
dan jurnal-jurnal ilmiahnya sudah banyak yang diterbitkan, yaitu Tafsir
Al-Manâr, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung Pandang: IAIN Alauddin,
1984), Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987), dan Mahkota
Tuntunan Ilahi (Tafsir Sûrat Al-Fâtihah) (Jakarta: Untagma, 1988).[3]
M. Quraish Shihȃb agaknya tenggelam bersamaan dengan hilangnya pengaruh Orde Baru yang mendapat stereotif negatif
di mata rakyat Indonesia pada umumnya. Kemudian pada tahun 1999, melalui
kebijakan pemerintahan transisional Habibie, M. Quraish Shihȃb mendapat jabatan baru sebagai duta besar Indonesia untuk
Pemerintah Mesir, Jibuti dan Somalia. Pada saat itulah dia mulai menulis
karya besarnya pada tanggal 18 Juni 1999 dan selesai secara keseluruhan pada
tahun 2004.[4]
Karir M.
Quraish Shihȃb ditingkat nasional tidak tenggelam bersamaan
dengan tenggelamnya Orde Baru, sebagai buktinya adalah ketika B.J Habibie jadi Presiden Repuplik Indonesia ia
dipercaya sebagai duta besar Indonesia untuk tiga negara. Jabatan itu
memberikan peluang baginya untuk menulis tafsir al-Mishbȃh karyanya
yang monumental.
M. Quraish Shihȃb memang bukan satu-satunya pakar al-Qur`an
dan tafsir di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan meyampaikan
pesan-pesan al-Qur`an dalam konteks kekinian dan masa membuatnya lebih
dikenal dan lebih unggul daripada pakar al-Quran dan tafsir lainnya.
[1] M.
Quraish Shihȃb, Membumikan al-Qur’an, op.cit, lihat halaman tentang
penulis
[2] M.
Quraish Shihȃb, Membumikan al-Qur’an, lihat halaman tentang penulis
[3] M.
Quraish Shihȃb, Membumikan al-Qur’an, lihat halaman tentang penulis
No comments:
Post a Comment