Friday, April 5, 2019

Riwayat Hidup dan Pendidikan M. Quraish Shihab


A.    Riwayat Hidup dan Pendidikan M. Quraish Shihab
1.      Riwayat Hidup M.Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab lahir pada tanggal 16 Februari 1944 M di Rappang Sulawesi Selatan.[1] Ia berasal dari keluarga keturunan Arab terpelajar. Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab (1905-1986). Abdurrahman Shihab adalah tamatan dari Jami’atul Khair Jakarta.[2] Ia juga dikenal sebagai ahli tafsir, dan menjadi guru besar dalam bidang itu di IAIN Alaudin, Ujung Pandang. Karir akademis Abdurrahman Shihab mencapai puncaknya ketika menduduki jabatan Rektor IAIN Alaudin. Kemudian ia juga terlibat aktif dan tercatat sebagai salah seorang pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah universitas swasta terkemuka di Ujung Pandang.
Menurut Quraish Shihab, minat ayahnya terhadap ilmu memang sangat besar, meskipun sibuk berwiraswasta, beliau selalu berusaha meluangkan waktunya untuk berdakwah dan mengajar, baik di mesjid maupun perguruan tinggi Islam. Bahkan sebahagian hartanya benar-benar dipergunakan untuk kepentingan ilmu, baik dengan menyumbangkan buku-buku bacaaan maupun membiayai lembaga-lembaga pendidikan Islam di wilayah Sulawesi.
Kecintaan ayahnya terhadap ilmu melatar belakangi dan memotivasi Quraish dalam meniti jenjang pendidikan. Bahkan minatnya terhadap studi al-Qur’an pun sangat dipengaruhi  oleh sang ayah. Sejak kecil kira-kira umur 6-7 tahun ia sudah harus ikut mendengar ayahnya mengajar al-Qur’an. Pada saat seperti ini, selain disuruh mengaji (membaca Al-Qur’an), ayahnya juga menjelaskan secara sepintas kisah-kisah dalam al-Qur’an. Dari sinilah menurut pengakuan Quraish Shihab, benih kecintaan kepada studi al-Qur’an mulai tumbuh.
Selanjutnya, yang tidak boleh diabaikan adalah dukungan dan pengaruh sang ibu, selain mendorong anak-anaknya untuk belajar ia juga ketat dalam soal agama dari sudut al-Qur’an dan hadis. “bahkan hingga sekarang walaupun sudah doktor beliau tak segan-segan menengur saya”, kata kuraish. Dalam suasana yang bernuansa agamis inilah Quraish tumbuh dan berkembang. Keharmonisan keluarga yang dimikian dan bimbingan orang tua yang selalu diberikan telah membekas dan berpengaruh dalam diri Quraish Shihab.[3]
Dengan latar belakang seperti itu tidak heran jika minat Quraish terhadap studi agama, khususnya dalam bidang al-Qur’an, sangat besar. Ini bisa dilihat dalam jenjang pendidikan  yang dipilihnya yaitu dipondok pesantren Darul Hadist al-Fiqihiyah di Malang
B.  Pendidikan M.Quraish Shihab
Setelah menyeleseikan sekolah dasar di Ujun Pandang, Quraish melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil nyantri di Pesantren Darul-Hadist al-Fiqihiyah. [4] Dari awalnya Quraish Shihab sudah berminat untuk mendalami stui al-Qur’an. Akan tetapi, karena  nilai bahasa Arab yang dicapai ditingkat menengah kurang, dan tidak di izinkan untuk melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir hadis Universitas al-Azhar, Quraish Shihab bersedia mengulang satu tahun.[5] Pada tahun 1958, dalam usia 14  tahun, Quraish Shihab berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima di kelas II al-Azhar. Keinginan untuk melanjutkan ke Kairo terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintah daerah Sulawesi.[6] (waktu itu Sulawesi belum dibagi Menjadi Utara dan Selatan). Mesir dengan Universitas al-Azhar, seperti diketahui, selain pusat gerakan pembaharuan Islam, juag tempat yang tepat untuk studi al-Qur’an. Sejumlah tokoh seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha adalah mufasir kenamaan yang berasal dari Mesir.
Di Mesir, Quraish Shihab tidak banyak melibatkan diri dalam aktivitas kemahasiswaan, meskipun demikian, ia sangat aktif memperluar pergaulan nya, terutama dengan sejumlah mahasiswa yang berasal dari Negara-negara lain. Mengenai kegiatannya ini, Quraish mengatakan, “dengan bergaul dengan mahasiswa asing, ada dua manfaat yang dapat diambil. Pertama, dapat mempelancar bahasa Arab.” Belajar di Mesir, sangat menekankan aspek hafalan. Hal ini  juga dialami oleh Quraish. Ia mengakui bahwa jika jawaban ujian tidak persis dengan catatan, nilainya akan kurang. Fenomena belajar di Mesir, dalam pengamatan Quraish, cukup unik.[7]
Pada tahun 1967, Quraish Meraih gelar Lc (S1) dari Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadist Universitas al-Azhar. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 ia berhasil meraih gelar MA untuk spesialis bidang Tafsir al-Qur’an.[8]
Sekembalinya ke Ujung Pandang tahun 1969 M, Quraish dipercayakan untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alaudin, Ujung Pandang. Selain itu juga diberikan jabatan lain, baik di dalam kampus seperti coordinator perguruan tinggi swasta (wilayah VII Indonesia bagian Timur), maupun di luar kampus seperti pembantu pimpinan kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang dia juga sempat melakukan berbagai penelitian; antara lain penelitian dengan tema “penerapan Kerukuna Hidup Keberagaman di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi Selatan” (1978).[9]
Meskipun telah menduduki berbagai jabatan, semangat Quraish Shihab untuk melanjutkan pendidikannya tetap tinggi. “Ayah selalu berpesan agar saya berhasil mencapai gelar doctor, “ pesan ini selalau terngiang-ngiang olehnya. Oleh karena itu, ketika kesempatan untuk melanjutkan studi itu dating, pada tahun 1980, Quraish kembali ke Kairo dan melanjutkan Pendidikannnya di almamater lama, Universitas al-Azhar.[10]
Pada tahun 1982 dengan disertai yang berjudul al-Durar li al-Biqa’i. Tahqiq wa Dirasah. Quraish Shihab berhasil meraih gelar doctor dalam ilmu-ilmu al-Qur’an denga yudisium Summa Cum laude disertai penghargaan tingkat I (mumtaz ma’a martabat al syaraf al-‘ula).[11] Perlu kiranya dicatat bahwa Quraish pada waktu itu adalag orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doctor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an dari Universitas al-Azhar.[12]
Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayutullah Jakarta Selain itu, di laur kampus, ia juga dipercayai menduduki sejumlah Lajnah Pentashhih al-Qur’an Departemen Agama, dan anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasioanal. Dalam Ikatan Cendikiawan Muslim se Indonesia (ICMI), Quraish Shihab dipercayakan menduduki jabatan asisten Ketua Umum.[13]

C.    Karir M. Quraish Shihab
Selanjutnya, sejak 1992, Quraish mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan Rektor di IAIN Syarif Hidayatullah.[14] Di sela-sela kesibukannya dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah didalam maupun di luar negeri. Yang tidak kalah pentingnya, Quraish juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari rabu, dia menulis dalam rubric “Pelita Hati”. Dia juga mengasuh rubric “ Tafsir al-Amanah’ dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah. Selain itu ia juga tercatat sebagai anggota dewan redaksi majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta.[15]
Kemudian pada tahun 1998 M ia ditunjuk oleh presiden Soeharto Sebagai Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VI, selanjutnya pada tahun 1999-2000 M, ia di angkat sebagai Duta besar Republik Indonesia untuk Republik Arab Mesir, yang berkedudukan di Kairo.[16]
Dalam organisasi kemasyarakatan Quraish Shihab diangkat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah, Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Selanjutnya, selain dari aktivitas di atas, Quraish Shibab juga dikenal sebagai mubaligh yang cukup popular, terutama dikalangan akademis.

D.    Pemikiran dan Karya M. Quraish Shihab
Sebagai orang Asia Tenggara pertama yang telah menyelesaikan Doktor bidang Tafsir al-Qur’an, Shihab juga telah mengemukakan pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan yang sangat berpengaruh bagi umat Islam, terlebih dalam memahami al-Qur’an, diantaranya:[17]
1.      Tentang Kemukjizatan al-Qur’an
Dalam tesis MA-nya yang berjudul al-‘I’jâz al-Tasyri’î li al-Qur’an al-Karîm yang kemudian diterbitkan dalam sebuah buku dengan judul Mukjizat al-Qur’an, ia mengemukakan bahwa terlalu banyak sisi yang dianggap sebagai mukjizat oleh kaum muslimin, jika dianalisis lebih jauh ternyata tidak bisa disebut sebagai mukjizat. Sebab apa yang dianggap sebagai mukjizat itu sebenarnya lahir dari subjektifitas semata-mata. Ia menunjuk beberapa ilustrasi: Pertama, dalam Manâhil al-Irfân, karangan seorang ulama besar Mesir, Imam al-Zarqanî, dikatakan bahwa al-Qur’an itu mukjizat dari sisi memenuhi semua kebutuhan manusia. Pernyataan ini merupakan subjektifitasnya sebagai seorang muslim, sebab pernyataan seperti itu pasti akan ditolak oleh orang non-muslim.[18]
Kedua, dalam beberapa kitab tafsir dikatakan bahwa al-Qur’an itu mukjizat karena mampu menyentuh hati pembacanya. Pernyataan ini juga patut dipersoalkan, karena banyak pembaca al-Qur’an, termasuk umat Islam sendiri yang tidak tersentuh hatinya ketika membaca al-Qur’an. Ketiga, ada sebagian kaum muslim yang masih beranggapan bahwa karena al-Qur’an itu mukjizat, maka ia mampu melakukan segala sesuatu diluar hukum kausalitas, seperti dijadikan jimat, dipakai mengusir anjing dan sebagainya. Pemahaman-pemahaman seperti itulah yang ingin diluruskan.[19]
Menurut Quraish Shihab, hal semacam itu bukanlah mukjizat, melainkan keistimewaan al-Qur’an, menurutnya, mukjizat itu tidak ditujukan kepada kaum muslim yang memang sudah percaya. Mukjizat pada masa modern sekarang ini. Jika para pakar al-Qur’an mampu menggali dari al-Qur’an petunjuk-petunjuk yang bisa menjadi alternatif guna memecahkan problema masyarakat, jika pakar umat Islam mampu melakukan hal tersebut sehingga terbukti amat jelas bagi non muslim keunggulan petunjuk al-Qur’an, barulah agaknya kita dapat berkata bahwa petunjuk al-Qur’an adalah mukjizat.[20]
Kata Mukjizat terambil dari kata ‘ajaza yang berarti “melemahkan atau menjadikan tidak mampu”. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka ia dinamai mu’jizat. Tambahan ta’ marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif). Sehingga mukjizat didefinisikan pakar agama Islam antara lain sebagai “suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun karena tidak mampu melayani tantangan itu”.[21]
Misalnya,[22] pertama kali Allah menantang untuk membuat semacam keseluruhan al-Qur’an, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:
÷Pr& tbqä9qà)tƒ ¼ã&s!§qs)s? 4 @t/ žw tbqãZÏB÷sムÇÌÌÈ   (#qè?ù'uù=sù ;]ƒÏpt¿2 ÿ¾Ï&Î#÷WÏiB bÎ) (#qçR%x. šúüÏ%Ï»|¹ ÇÌÍÈ  
Artinya: Ataukah mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) membuat-buatnya". Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar. (Q.S. Al-Thur [52]: 33-34)

Selanjutnya, kerena tantangan tersebut tidak dapat mereka layani, maka untuk tahap kedua Allah meringankan tantangan itu dengan firman-nya yang berbunyi:
÷Pr& šcqä9qà)tƒ çm1uŽtIøù$# ( ö@è% (#qè?ù'sù ÎŽô³yèÎ/ 9uqß ¾Ï&Î#÷VÏiB ;M»tƒuŽtIøÿãB (#qãã÷Š$#ur Ç`tB OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB Èbrߊ «!$# bÎ) óOçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÊÌÈ  
Artinya: Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar". (QS. Hud [11]: 13)

Setelah tantangan tantangan tahap kedua ini pun tak mampu mereka layani sedangkan mereka tetap berkeras untuk tidak mengakui kebenaran al-Qur’an, maka untuk ketiga kalinya datang tantangan yang kali ini lebih ringan dari pada tantangan-tantangan sebelumnya,[23] sebagaimana terungkap dalam al-Qur’an yaitu:
÷Pr& tbqä9qà)tƒ çm1uŽtIøù$# ( ö@è% (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Ç`tB OçF÷èsÜtGó$# `ÏiB Èbrߊ «!$# bÎ) ÷LäêYä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÑÈ  
Artinya: “Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar." (Q.S. Yunus [10]: 38)

Tiga tahapan tantangan diatas, yang keseluruhannya disampaikan ketika Nabi SAW masih berada di Mekkah, masih ditambah lagi dengan tantangan tahap keempat yang kali ini dikemukakan ketika Nabi SAW telah hijrah ke Madinah,[24] yaitu:
bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷ƒu $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#yygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÌÈ   
Artinya: Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 23)
2.      Tentang Korelasi Ayat-ayat al-Qur’an
Quraish Shihab menjelaskan, ulama-ulama terdahulu pada umumnya menempuh satu dari tiga cara berikut dalam menjelaskan hubungan antar ayat. Pertama, mengelompokkan sekian banyak ayat dalam suatu kelompok tema-tema, kemudian menjelaskan hubungnnya dengan kelompok ayat-ayat berikutnya. Kedua, menemukan tema sentral dari satu surat kemudian mengembalikan uraian kelompok ayat-ayat kepada tema sentral itu. Ketiga, menghubungkan ayat dengan ayat sebelumnya dengan menjelaskan keserasiannya.[25]
Menurutnya, masalah korelasi antara ayat-ayat al-Qur’an ini layak mendapat perhatian serius. Hal itu menurutnya, setidak-tidaknya dilatar belakangi oleh dua hal. Pertama, salah satu isu tentang al-Qur’an yang sering terdengar sumbang yang telah dikemukakan kalangan orientalis ialah sistematika perurutan ayat-ayat dan surat-suratnya yang sangat kacau. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur’an yang bersifat parsial. Implikasi dari model penafsiran seperti ini, seperti terlihat dalam sejarah Islam telah melahirkan pertentangan, khususnya dalam bidang teologi, yang cendderung tidak berkesudahan.[26]


3.      Tentang Membumikan al-Qur’an
Arief Subhan mengemukakan bahwa salah satu obsesi M. Quraish Shihab dalam melakukan penafsiran al-Qur’an ialah dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Menurut M. Quraish Shihab, pendekatan seperti ini akan berhasil mengungkap lebih banyak petunjuk-petunjuk dari dalam al-Qur’an. Dalam konteks ini, ia berobsesi untuk membumikan al-Qur’an. Sehingga ini juga dijadikan sebagai salah satu judul bukunya.[27] Dalam pengamatannya, al-Qur’an walaupun dibaca dan dipelajari oleh kaum muslim, tetapi umat masih sering mengambil jarak terhadap al-Qur’an.[28]
Quraish Shihab telah menghasilkan karangan yang sangat banyak, baik berupa buku, makalah, maupun artikel dalam tulisan lepasnya yang telah diterbitkan berbagai penerbit. Diantara buku, makalah, artikel dan tulisannya akan penulis kemukakan sesuai dengan urutan tahun terbitnya yaitu:[29]

a)      Peranan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur
Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukannya pada tahun 1975. Isinya merupakan ilustrasi tentang bagaimana kerukunan hidup antara para pemeluk agama-agama yang terdapat di Indonesia Timur yang pluralis dan solusi bagaimana seharusnya diwujudkan dalam rangka mencapai kehidupan yang harmonis.[30]
b)      Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan
Karya ini juga merupakan laporan dari penelitian yang dilakukannya pada tahun 1978. Isinya menggambarkan situasi dan kondisi objektif dari persoalan wakaf yang terdapat di Sulawesi Selatan dan solusi atau saran-saran untuk memperbaiki kondisi yang ada pada saat itu.[31]
c)      Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya
Karya ini diterbitkan di Ujung Pandang pada tahun 1984. Isinya ditujukan untuk mengupas buku tafsir yang dikaji, yang diungkapkan segi-segi kekuatan dan kelemahannya.
d)      Filsafat Hukum Islam
Karya ini diterbitkan oleh Departemen Agama pada tahun 1987. Isinya menggambarkan tentang pemikiran filosof dari hukum Islam.
e)      Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir Surat al-Fatihah)
Karya ini diterbitkan pada tahun 1988 oleh penerbit utama, Jakarta. Isinya merupakan uraian dari kandungan surat al-Fatihah. Penjelasan yang diungkapkan memberikan nuansa dan pengetahuan baru bagi pembacanya.
f)        Tafsir al-Amanah
Karya ini merupakan kumpulan artikel dari rubrik tafsir yang diasuhnya pada majalah Amanah, dan diterbitkan oleh Pustaka Kartini pada tahun 1992. Isinya menyangkut penafsiran dari surat al-‘Alaq dan al-Mudatstsir.
g)      Membumikan al-Qur’an, fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat
Karya ini merupakan kumpulan dari makalah yang pernah ditulisnya untuk keperluan seminar, bagian dari suatu buku yang diterbitkan, dan lain sebagainya. Artikel atau makalah yang tercakup di dalamnya adalah yang pernah dihasilkannya selama rentang waktu antara 1976-1992, dan telah mengalami cetakan ulang berkali-kali.[32]
h)      Lentera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan
Karya ini diterbitkan Mizan pada tahun 1994, dan juga telah mengalami cetak ulang berkali-kali. Isinya merupakan kumpulan dari rubrik “Pelita Hati” yang diasuhnya pada harian Pelita, yang diterbitkan di Ibukota.
i)        Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat
Karya ini diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1996, dan juga menjadi best seller. Isinya merupakan kumpulan makalah yang disajikannya pada pengajian Istiqlal untuk para eksekutif, yang diselenggarakan oleh Departemen Agama, yang diresmikan oleh Menteri Agama Tarmizi Taher pada tanggal 3 Juli 1993. Materi yang terhimpun didalamnya adalah makalahnya sampai tahun 1996. Isinya menyangkut berbagai persoalan yang dijelaskan secara tematis sesuai informasi al-Qur’an.[33]
j)        Tafsir al-Qur’an al-Karim
Karya ini diterbitkan oleh Pustaka Hidayat pada tahun 1997. Isinya merupakan tafsiran dari 24 surat pendek yang didasarkan pada urutan turunnya. Tafsir yang disuguhkan dalam karya ini menggunakan metode tahlilî, yang dimulai dari surat al-Fatihah, disusul surat yang memuat wahyu pertama, yaitu al-‘Alaq, selanjutnya al-Mudatstsir, al-Muzammil dan seterusnya hingga surat al-Thariq.
k)      Mukjizat al-Qur’an
Karya ini diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1997. Isinya berupa uraian tentang segi-segi keistimewaan dari al-Qur’an, dan juga unsur kemukjizatannya.[34]
l)        Al-Asma’ al-Husna
Karya ini mencakup uraian tentang nama-nama Tuhan yang berjumlah 99. Sebagian dari isinya juga dibawakan sebagai materi ceramah yang disampaikan di asalah satu stasiun televisi pada bulan Ramadhan..
m)    Tafsir al-Misbah
Karya ini dapat dikatakan sebagai puncak kreatifitas M. Quraish Shihab. Didalamnya diuraikan maksud dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi kajian inti dari penelitian ini. Karya ini diterbitkan oleh Lentera Hati, Jakarta, tahun 2000.[35]

Buku ini juga diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati pada tahun 2004, isinya memuat tentang aneka pendapat seputar dari para ulama terdahulu yang terkesa ketat hingga cendikiawan muslim kontemporer yang dianggap lebih longgar.[36]


[1] Arif Subhan, “Biografi Cendekiawan Muslim M. Quraish Shihab”, Jurnal Madrasah, [PPIM, IAIN Jakarta], vol 5, no 1 (2002), h. 26
[2] Jamiatul Khair adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang condong kepada ide-ide pembaharuan Islam. Lembaga pendidikan ini membangun koneksi dengan lembaga serupa di Timur Tegah, baik Hadramaut, Haramayn maupun Kairo. Guna mendorong tumbuhnya ide-ide pembaharuan Islam di Nusantara, lembaga ini mengundang guru-guru dari kawasan Timur Tengah. Di antaranya yang kelak sangat berpengaruh terhadap perkembangan Islam di negeri ini adalah Syekh Ahmad Soorkati yang berasal dari Sudan, Afrika Utara, Ibid.
[3] Hamdani Anwar, “Telaah Kritis Terhadap Tafsir Al-Mishbah”, Jurnal Mimbar Agama & Budaya, [t.tp, t.p,], vol. XIX, no. 2, (2002), h. 170
[4] M. Quraish Shihab, Membunikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1992), hal. Tentang Penulis
[5] Padahal dengan nilai yang di capainya itu, sejumlah jurusan lain di lingkungan al-Azhar bersedia menerimanya, bahkan menurut peraturannnya dia juga di terima di Universitas Cairo dan Darul ‘Ulum. Belakangan Quraish mengakui bahwa pilihannya tidak salah, selain dari minat pribadi, untuk mengambil bidang studi al-Qur’an rupanya sejalan dengan kebutuhan umat manusia akan al-Qur’an dan penafsiran atasnya.
[6] Arief Subhan, op cit, h. 27
[7] Menurut pandangan Quraish pada musim ujian banyak orang-orang yang belajar sambil berjalan-jalan, suatu fenomena unik yang tidak di temukan di Indonesia. Selain harus memahami teks yang sedang di pelajari, mereka juga harus menghafalnya. “hal yang sama juga saya lakukan. Biasanya setelah shalat saya memahami teks, kemudian berusaha menghafalnya sambil berjalan-jalan”, kata Quraish. Soal hafalan ini Quraish sangat mengagumi kuatnya hafalan orang-orang Mesir, khususnya dosen-dosen al-Azhar. Dalam pandangan Quraish, belajar dengan cara menghafal itu bukan tak ada segi positifnya. Bahkan menurut dia nilai positif ini akan bertambah jika kemampuan menghafal dibarengi dengan kemampuan analisis. Masalahnya adalah bagaimana mengabungkan kedua hal ini. Ibid, h. 28
[8] Dalam meraih gelar MA nya Quraish Sihihab menulis tesis MA nya dengan judul Al-I’jaz al Tasyri lil al-Qur’an al-Karim. Pilihannya dalam menulis tesis mengenai mukjizat ini bukan suatu yang kebetulan, tetapi memang dari hasil bacaan Quraish Shihab terhadap realita masyarakat muslim yang diamatinya. Menurutnya gagasan-gagasan tentang kemukjizatan al-Qur’an dikalangan masyarakat muslim telah berkembang sedemikian rupa sehingga tidak jelas lagi, mana yang mukjizat dan mana yang mana keistimewaan. Mukjzat dan keistimewaan menurut Quraish Shihab merupakan dua hal yang berbeda, tapi keduanya masih sering di campur adukkan, bahkan dikalangan ahli tafsir seklipun. M. Quraish Shihab, mukjizat al-Qur’an : ditinjau dari aspek kebahasaan, isyarat ilmiah, dan pemberitaan ghaib, (Bandung : Mizan, 1999), cet. Ke-5, sekapur sirih, h. 7-8
[9] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op cit, hal. Tentang penulis
[10]  Ibid
[11] Dalam meraih gelar doktornya  dia menulis disertasi yang berjudul al-Dural  li al-Biqa’i, Tahqiq wa Dirasah. Dalam disertasinya, dia memilih untuk membahas masalah korelasi antara ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an sebagai fokus penelitiannya. Sebagai kasus ia mengambil kitab Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar karangan seorang mufasir kenamaan yang tergolong kontrofesian, yaitu Ibrahim ibn Umar al-Biqa’i. “Saya tertarik dengan tokoh ini karena ia hampir terbunuh gara-gara kitab tafsirnya”. Katanya al-Biqa’i juga dinilai oleh banyak pakar sebgai ahli tafsir yang berhasil menyusun suatu karya ynag sempurna dalam korelasi antar ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an, para ahli juga menilai bahwa kitab tafsirnya itu merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat-ayat al-Qur’an dan  surat-surat al-Qur’an
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] Arief Subhan, op cit, h. 34
[15] M. Quraish Shihab, op cit, h. Tentang Penulis
[16] Hamdani Anwar, op cit, h. 172
[17] Arief Subhan, op. cit., h. 26
[18] M. Quraish Shihab, Kemukjizatan al-Qur’an, op.cit., h. 223
[19] Ibid., h. 224
[20] Ibid, h. 231
[21] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, op.cit.,  h. 23
[22] Ibid., h. 44
[23] Ibid., h. 45
[24] Ibid., h. 46
[25] Arief Subhan, op., cit, h. 31
[26] Ibid., h.  32
[27] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, op.cit.,  h. Kata Pengantar
[28] Ibid.,
[29] Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir Al-Misbah”,  vol. XIX, h. 173-175
[30] Ibid.,
[31] Ibid., h. 174
[32] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, op.cit., h. Kata Pengantar
[33] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Jakarta: Penerbit Mizan, Pustaka al-Kautsar, 2005), h. Kata Pengantar
[34] M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an, op.cit., h. Kata Pengantar
[35] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002) V.1 h. Kata Pengantar
[36] M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendikiawan Kontemporer), (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. xiv

No comments:

Post a Comment