Friday, April 5, 2019

KAIDAH AS-SIYÂQ AL-QUR’ANY


KAIDAH AS-SIYÂQ AL-QUR’ANY 
A.      Pengertian Siyaq
Ibn Manzhur mendefinisikan kata siyâq dengan;
سوق السوق معروف، ساق الإبل وغيرها يسوقها سوقا سياقا. وقد انساقت تساوقت الإبل تساوقا إذا تتابعت، وكذلك تقاودت في متقاودة متساوقة[1]
Sûq bentuk ma’rifahnya as-sûq. Berasal dari kata kerja (fi’il), seseorang mengembala onta dan binatang lainnya, artinya mengiringi.

Ibn Manzhur mendefinisikan kata siyâq sekaligus penggunaannya dalam bahasa Arab. Ia juga menyebutkan beberapa bentuk mashdarnya, sûq dan siyâq. Dalam bahasa Arab kata ini digunakan untuk pekerjaan seseorang yang mengembala onta. Secara bahasa kata ini bermakna mengiringi.
Kata (سياق) berasal dari kata (سواقا) huruf waw (و ) diganti dengan huruf ya ( ي ) karena huruf sin-nya berbaris bawah. Kedua kata di atas merupakan bentuk mashdar (verbal noun) dari kata kerja (fi’il) ساق - يسوق,  yang berarti mengiringi atau menghalau.
Az-Zubaidy[2] menyebutkan, bahwa kata siyâq ini juga digunakan dalam bentuk majaz, seperti perkataan;
هو يسوق الحديث أحسن سياق[3]
Kata sûq (سوق) yang bermakna pasar juga berasal dari kata ini. Dalam bahasa Arab, perobahan satu kata dengan kata lain biasanya memiliki kedekatan makna. Semakin dekat lafaznya semakin dekat pula maknanya. Hal inilah juga yang berlaku pada  kata siyâq yang bermakna mengiringi, maka di pasar para pembeli memang saling beriringan untuk melakukan transaksi.[4]
Penduduk Arab menggunakan kata di atas seperti ungkapan berikut; ساقت اليح التراب berarti angin itu menerbangkan debu. [5]
Ibn Manzhur berkata  انسقت وتساوقت الإبل تساوقا إذا تتابعت. (onta itu digiring atau digembalai).[6]
Al-Zamakhsyari berkata, هو يسوق الحديث أحسن سياق, (dia berkata dengan tutur kata yang indah), وجئتك بالحديث على سوقه )saya berbicara denganmu dengan bahasa yang indah). kata  سوقهdi atas dijelaskan bahwa maknanya adalah (سرد.) Dijelaskan juga bahwa sardi juga bermakna at-tatabu’ wa at-tawali (beriringan dan bersambung). Seseorang yang bicaranya runut, jelas tutur bahasanya sehingga mudah dipahami dimaksudkan bahwa ia bicaranya itu indah.[7]
Makna kata siyâq dan musytaq-nya berkisar pada makna beriringan. Pasar tempat beriringan manusia dinamakan dengan sûq. Binatang yang digembalai juga menggunakan istilah ini. Sedangkan kata siyâq juga iringan dari gabungan kosakata sehingga menjadi satu susunan kalimat yang bagus.
Abdul Qasim mendefinisikan siyâq dengan فهم النص بمراعاة ما قبله وما بعده  (memahami nash dengan menjaga kerunutan bahasa sebelum dan sesudahnya).[8]
Ibn Daqiq mendefinisikan dengan
 أما السياق والقرائن فإنها الدالة على مراد المتكلم من كلامه، وهى المرشدة إلى بيان المجملات وتعيين المحتملات[9]
Siyâq dan qaraini akan menunjukkan pada maksud dari si pembicara. Dia akan menjelaskan yang mujmal dan menetapkan makna yang mengandung beragam makna

Definisi yang dikemukakan di atas, meskipun berbeda lafazh yang digunakan namun maksudnya sama. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa siyâq  adalah satu ilmu terapan dalam memahami kalimat dengan menjaga runtutan bahasa dan alur cerita.[10]
Ulama tafsir memaknai al-Quran dengan
كلام الله المنزل على نبيه محمد صلى الله عليه وسلم المتعبد بتلاوته[11]
Perkataan Allah yang diturunkan kepada Nabinya Muhammad Saw. yang  dinilai ibadah dalam membacanya[12].


Secara sederhananya al-Qur’an dapat didefinisikan dengan perkataaan Allah, semua perkataan yang bukan berasal dari Allah tidak dapat dinamai dengan al-Qur’an, dan juga tidak semua perkataan Allah dapat disebut dengan al-Quran, wahyu yang diturunkan kepada Nabi lain juga merupakan bagian dari kalamullah, seperti Taurat, Zabur, Injil. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, perkataan Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad menjadi syarat untuk dikatakan sebagai al-Quran. Tidak semua yang diturunkan kepada Nabi Muhammad pun bisa dikatakan sebagai al-Quran. Ada kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, akan tetapi bahasanya berasal Nabi sendiri, sehingga syarat untuk dikatakan sebagai al-Quran tidak terpenuhi, dan juga perkataan Allah yang diturunkan kepada para Nabi sebelum Muhammad tidak dapat dikatakan sebagai al-Quran.
Pemaknaan kaidah ini ringkasnya dapat dikatakan dengan memahami tafsir secara kontekstual. Akan tetapi, kontekstual disini tidak bisa dipahami sebagaimana pemahaman kontekstual yang dipahami mayoritas akademisi sekarang. Pamahaman al-Quran dengan kaidah as-siyâq al-Qur’any adalah memahami al-Quran dengan kontekstual yang tidak terlepas dari tekstual. Salah satu keunggulan kaidah tafsir al-Quran adalah satu kaidah dengan kaidah lain saling mendukung.
Pada permasalahan ini, kaidah as-siyâq al-Qur’any berkaitan erat dengan kaidah tafsir
العبرة بعموم اللفظي لا بخصوص السبب[13]
Titik perhatian kajian ialah pada keumuman lafzhi bukan dari khususnya sebab.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan as-siyâq al-Qurany adalah satu kaidah tafsir untuk memahami ayat al-Quran dengan cara memperhatikan kerunutan redaksi ayat dan juga memperhatikan maqashid al- Quran.


[1]  Ibn Manzhur, Lisan al-Arab Jilid 10, hal 166-167
[2]  Beliau ini bernama lengkap Abu al-Faidh Muhammad Ibn Muhammad Ibn Abdul Razzaq, pakar di bidang hadis, bahasam , dan sastra. Meninggal di Tha’un, tahun 1205. Lihat Atsar Dilalah as-Siyâq al-Qurany. hal. 39
[3]  Op.cit. Atsar Dilalati as-Siyâq al-Qurany. hal. 39
[4] Perobahan kata dalam istilah Arab dikenal dengan nama Musytaq. Pakar bahasa Arab juga menyebutkan bahwa semakin mirip dua kosakata akan semakin dekat juga makna dasar yang dimaksud.
[5] Mu’jam alwajiz Majma’ al-lughah al-‘Arabiyah (Jumhuriyah Misr al-‘Arabiyah 1427 H/2006M) h. 329
[6] Op.cit. Ibn Manzhur. Jilid 10, Hal. 166
[7]  Lihat Atsar Dilalah as-Siyaq. Hal. 38
[8] Abdur Rahman Abdullah Surur Jerman al-Muthiry,  as-siyâq al-Qurany wa atsaruhu fit Tafsîr dirasatan nazhiriyatan wa tathbiqiyatan min khilal Tafsîr Ibn Katsîr (thesis, Universitas Umm al-Qura, Saudi) 2008 M. Hal. 64. Lihat juga al-Musiny Abdul al-Fattah Mahmud as-siyâq al-Qurany wa atsaruhu fit tarjih ad-Dilâly (Disertasi, Universitas Ordoniyah) 2001 M, h. 21.  
[9] Op.cit. Atsaru Dilalah as-Siyaq.hal.40
[10] Alur cerita yang dimaksud disini adalah perhatian terhadap sibaq dan lihaq-nya kalimat. Sibaq dan lihaq merupakan unsur pokok dari siyâq. Hal ini akan dipaparkan pada bagian rukun siyâq.
[11]  Manna’ Khalil al-Qaththan,  Mabahis fi Ulum al-Quran, (Makbatah al-Haramain, Riyadh, ttp), hal. 21
[12] Yang dimaksud dengan dinilai ibadah dalam membacanya adalah diperintahkan membacanya di waktu sholat. Lihat kitab Manna’ al-Qathtan mabahis fi Ulum al-Quran. Hal. 21
[13]  Fahd ar-Rumy, Buhus fi Ushul at-Tafsir wa Manahijuhu, ( Maktabah at-Taubah, Riyadh, cet. VI, 1422) hal. 137

No comments:

Post a Comment