A. Biografi
al-Alûsiy
a.
Riwayat Hidup al-Alûsiy
1.
Kelahiran dan Keluarga al-Alûsiy
Nama
lengkapnya adalah Abu Al-Sana Shihab Al-Din Al-Sayyid Mahmud Al-Afandi Al-Alûsiy
Al-Baghdadi. Putra terbesar dari Al-Allamah Al-Sayyid Abdullah Afandi. Yang
mana nasabnya dari pihak Bapak akan bersambung ke Husein sedangkan dari pihak
Ibu akan bersambung ke Hasan.[1]
Terdapat
perbedaan pendapat para sejarahwan pada penisbahan nama Al-Alusi, sebagian mereka
berpendapat bahwa penisbahan ini diambil dari nama seseorang (ألوس ) yang dijadikan
nama suatu daerah di sungai Eufrat yaitu antara kota Abu Kamâl dan Ramadîy,[2]
sebagian yang lain berpendapat bahwa penisbahan ini diambil dari nama daerah
yang disebut Alusah ( ألوسة
) akan tetapi Al-Zarkaliy berpendapat dalam kitab “al A’lam” merupakan penisbahan kepada
suatu tempat di Sungai Eufrat yang dijadikan tempat pelarian oleh nenek moyang
keluarga ini ketika Tatar menyerang Baghdad.[3]
Beliau lahir
dari keluarga besar yang terpelajar Beliau dilahirkan pada hari
Jumat tanggal 14 Sya’ban tahun 1217 H/1802 M, di dekat daerah Kurkh, Baghdad,
Irak.[4]
Beliau seorang ulama Irak yang pernah menjabat mufti Baghdad, maha guru,
pemikir, ahli ilmu agama dan ahli berpolemik. Keluarga besar al-Alûsiy
merupakan keluarga terpelajar di Baghdad pada abad ke-19. Nama Al-Alûsiy
berasal dari kata Alus, suatu tempat di tepi barat Sungai Eufrat, yaitu antara
kota Abu Kamal dan kota Ramadi[5] dan wafat pada hari Jum’at tanggal 25 Dzul qo’dah 1270
H/1270 M dan dikuburkan didekat kuburan Al-Syaikh Ma’ruf Al-Khurkiy.[6]
2.
Pendidikan
Pada usia
mudanya beliau dibimbing oleh orang tuanya sendiri kemudian Syekh Ali
Al-Suwaidiy dan syekh Kholid Al-Naqsabandi, dari guru yang terakhir inilah
beliau belajar tasawuf. Maka wajar dari uraian sebagian tafsirnya, beliau
memasukkan perspektif sufistik sebagai upaya untuk menguak makna batin
(esoteris). Beliau sangat kuat hapalannya dan brilian otaknya, beliau mulai
aktif belajar dan menulis sejak usia 13 tahun, seakan beliau tidak ada perasaan
malas dan bosan dalam belajar sebagaimana pernyataannya:
سهري لتنقيح العلوم ألذ لي من وصل غانية وطيب عناق
“begadangku untuk menghasilkan
ilmu ringan bagiku, untuk bertemu dengan Yang Mahakaya dan indahnya pelukan-Nya”[7]
3.
Karir Al-Alûsiy
Al-Alûsiy pernah menjabat sebagai Mufti Baghdad. Ia memiliki pengetahuan
yang luas baik dalam bidang ‘aqli maupun naqli. Al-Alûsiy juga
seorang mahaguru, pemikir dan ahli berpolemik. Pada tahun 1248 H beliau
diangkat sebagai mufti hanafiyah setelah sebulan sebelumnya diangkat menjadi
wali wakaf di Madrasah al-Marjaniyah,
namun kemudian pada tahun 1263 H beliau melepaskan jabatan dan lebih memilih
menyibukkan diri untuk menafsirkan al-Quran. Setelah karya tersebut selesai, lalu
pergi ke Konstantinopel pada tahun 1267 H dan memperlihatkan karyanya kepada Sultan
‘Abdul Majid Khan dan menunjukkan tafsirnya. Ternyata mendapatkan apresiasi
dari Sultan.[8]Kemudian ia tinggal
disana beberapa lama dan akhirnya
kembali ke Baghdad pada tahun 1269.[9]
b. Karya-karya al-Alûsiy dan Pemikirannya
Sejak lama Al-Alûsiy ingin menuangkan buah pikirannya ke dalam sebuah
kitab. Namun karena merasa belum mampu dan kurangnya kesempatan, keinginan
tersebut belum dapat terwujud. Hingga pada suatu Malam Jum’at di bulan Rajab
tahun 1252 H. beliau bermimpi diperintah Allah SWT untuk melipat langit
dan bumi. Kemudian (masih dalam keadaan mimpi) beliau mengangkat satu tangan ke
arah langit dan satu tangan ke tempat mata air, kemudian beliau terbangun.
Setelah dicari, ternyata tafsir mimpi beliau adalah bahwa beliau diperintah
mengarang sebuah kitab tafsir. Maka mulailah beliau mengarang pada tanggal 16
Sya’ban 1252 H, pada waktu beliau berusia 34 tahun pada zaman
pemerintahan Sultan Mahmud Khan bin Sulthan Abdul Hamid Khan.[10]
Setelah kitab ini selesai disusun, beliau mendapat kesulitan
dalam memberikan nama yang sesuai. Akhirnya beliau melaporkan hal ini kepada
Perdana Menteri Ali Ridha Pasha. Secara sepontan beliau memberinya
nama Ruh al-Ma’ani Fi Tafsir al-Qur’an al-Azhim wa al Sab’ al-Masani.[11]
Secara
akademis, Al-Alûsiy relatif sangat produktif. Tidaklah berlebihan jika Al-Alûsiy dijuluki dengan hujjatul Udaba’ sebagai
rujukan para ulama pada zamannya. Keilmuannya dapat
terlihat dari karya-karyanya antara lain:
Al-Alûsiy meninggalkan banyak karya-karya
yang berharga, diantaranya:
1.
Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al Quran al-‘Azhim wa al Sab’u al-Masani
2.
Al-Ajwibah al ‘Iraqiyyah ‘an al As’ilah al Iraniyyah
3.
Nahju al Salamah ila Mabahis al
Imamah
4.
Hasyiyah Syarh al Qithri
5.
Al Ajwibah al ‘Iraqiyyah ‘an al
As’ilah al Lahuriyyah
6.
Al Nafahat al Qudsiyyah fi Radd
‘ala al Imamiyyah
7.
Syarhu al Burhan fi Itha’ati al
Sulthan
8.
Nasywah al Syumul fi al Safar ila
Islambul
9.
Nasywah al Madam fi al ‘Audah ila
Madinah al Salam
10. Syajarah al Azhar wa Nuwar al Azhar
11. Daqa’iq al Tafsir
12. Safarah al Dzad li Safarah al Jihad
13. Bulughu al Maram min Hilli Kalami ibn ‘Ishsham
14. Syarhu sullam al ‘Uruj
15. Muqaddimat al Alusi[12]
[1] Jibril
Muhammad Sa’id (selanjutnya disebut Jibril Muhammad), Madkhal ila Manâhij
al-Mufasirîn (Kairo: Muasasah Jamal al-Tiba’ah wa al- I’lam, tth) h. 215
[2] Shalah Abd fattah Al-Khalidiy (selanjutnya disebut
Al-Khalidiy), Ta’rif al-Darisin bi Manhij al-Mufassirin,(Dimasq :
Dar al-Qalam,2002), h.459
[3] Kota ini
merupakan salah satu pusat kebudayaan
dan pereadaban Islam di samping Basrah, Damaskus, Jundisapur, Cordova
dan Granada. Tokoh-tokoh intelektual banyak bermunculan disini. Diantaranya
adalah Al-Kindiy, Al-farabi, Ibn Sina, Al-Ghazali, Abu Hanifah, Syafi’i, Ahmad
bin Hanbal, dan lain-lain.
[5]Hafiz Basuki, Ensiklopedi
Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove, 1993), jilid V h. 130.
[6] Muhammad
Husein al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassir, (Kairo : Dar al-Hadits,
2005)h. 300
[7] Muhammad Husein al-Dzahabi. Op.cit.h.
353
[8] Ibid, h.
301
[9]Al-Khalidiy, op.cit,h.
495
[10] Al-Khalidiy
,Ibid, h.301
[12] Muhammad Ali
Iyazi, al-Mufasirun Hayatuhum wa Manhajuhum (Teheran : Mua’sasah al-Tiba’ah wa al-Masyur Mizarah
al-Sakofah wa Irsyad al-Islami, 1313 H.), h. 481
No comments:
Post a Comment