Friday, April 5, 2019

Pemikiran dan Karya Hamka


a.      Pemikiran dan Karya Hamka
Hamka, sebagai seorang pemikir Islam, telah melahirkan pemikiran-pemikiran di bidang etika. Bukti pemikirannya adalah tulisan-tulisannya dalam beberapa buku, diantaranya: Tasawuf Modern[1]. Pada awalnya, karyanya ini merupakan kumpulan artikel yang dimuat dalam pedoman masyarakat antara tahun 1937-1938. Karena tuntutan masyarakat, kumpulan artikel tersbut kemudian dikumpulkan. Buku ini pertama kali ditulis di Medan pada tahun 1939-1987. Buku ini telah mengalami 16 kali cetak ulang. Dalam karya monumentalnya ini,  ia memaparkan pembahasannya kedalam XII bab. Buku ini diawalinya dengan terlebih dahulu memaparkan secara singkat tentang tasawuf. Kemudian secara beruntun dipaparkannya pula pendapat para ilmuan tentang makna kebahagiaan, bahagia dan agama,bahagian dan utama,kesehatan jiwa dan badan, serta harta benda dan bahagia, sifat qana’ah, kebahagiaan yang dirasakan Rasulullah, hubungan ridha dan keindahan alam, tangga bahagia,celaka, dan munajat kepada Allah. Melalui karyanya ini merupakan langkah yang sangat strategis, sekaligus upayanya meletakkan dasar-dasar sufisme “baru” (neosufisme) di tanah air. Dalam buku tersebut, ia mencoba membahas tasawuf melalui “bahasa bumi” yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Melalui karyanya tersebut,              ia memberikan apresiasi yang wajar terhadap penghayatan esoteris Islam, sekaligus peringatan bahwa esoterisme itu hendaknya terkendalikan oleh ajaran standar syari’ah. Di sini ia menghendaki suatu penghayatan keagamaan esoteris yang mendalam, akan tetapi tidak perlu melakukan pengasingan diri (uzlah), melainkan tetap aktif melibatkan diri dalam masyarakat. Kelihatnnya, ia terwarnai pemikiran Ibn Taimiyyah, al-Ghazali, dan Ibn Qayyim               al-Jawziyah dengan “neosufismenya”.[2] ; Falsafah Hidup, yang ditulis di Medan dan dicetak pertama kali tahun 1939 dan telah mengalami 12 kali cetak ulang[3]. Buku ini terdiri atas IX bab. Ia memulai buku ini dengan memaparkan hidup dan makna kehidupan. Kemudian pada bab berikutnya dijelaskan pula tentang ilmu dan akal dalam berbagai aspek dan dimensinya. Selanjutnya ia mengetangahkan tentang undang-undang alam( sunnatullah ). Kemudian tentang adab kesopanan baik secara vertikal maupun horizontal. Selanjutnya, makna kesederhanaan menurut Islam. Ia juga mengomentari makna berani dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Bab selanjutnya diketengahkan tentang keadilan dengan berbagai dimensinya, makna persahabatan, serta bagaimana mencari dan membina persahabatan. Buku ini dikahirinya dengan membicarakan Islam sebagai pembentuk hidup.;  Lembaga Hidup,[4] ditulis pada tahun 1940 di Medan. Dalam karyanya Lembaga Hidup, ia mengembangkan pemikirannya dalam XII bab. Dalam karyanya tersebut, ia ,mencoba mengupas tentang berbagai kewajiban manusia, asal usul munculnya keajiban, kewajiban manusia kepada Allah, kewajiban manusia secara sosial, hak atas harta benda, kewajiban dalam pandangan muslim, kewajiban dalam keluarga, kewajiban menuntut ilmu, kewajiban bertanah air, Islam dan politik, al-Qur’an untuk zaman modern, dan tulisan ini ditutup dengan memaparkan sosok Nabi Muhammad.
 ; Lembaga Budi,[5] ditulis pada tahun 1939 yang terdiri dari XI bab. Pembicaaannya meliputi ;budi yang mulia, sebab budi menjadi rusak, penyakit budi, budi orang yang memegang pemerintahan, budi mulia yang seyogyanya yang dimiliki oleh seorang raja( penguasa), budi pengusaha, budi pekerja, budi ilmuan, tinjauan budi dan percikan pengalaman.[6]
Sebagai seorang intelektual, dia mampu menguraikan berbagai tema etika yang sangat baik. Dia mampu mensintesiskan antara ajaran Islam dengan pemikiran-pemikiran filosofis dalam menguraikan tema-tema etika tersebut. Sehingga antara ajaran Islam dan pemikiran-pemikiran para filsuf, baik muslim maupun non muslim sangat selaras, sebab dalam menganalisis masalah-masalah etika dia sangat menonjolkan penggunaan pemikiran rasional.[7]
Berdasarkan keterangan yang penulis ketahui, Hamka telah menghasilkan karangan yang sangat banyak, diantara karangan yang pernah ditulisnya adalah sebagai berikut: (1). Kenang-kenangan Hidup (empat jilid), 1974, (2). Margaretta Gauthier, 1975, (3). Di dalam Lembah Kehidupan, 1976, (4). Merantau ke Deli, 1977, (5).  Di Bawah Lindungan Ka’bah, 1979, (6). Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, 1979.[8]
Enam judul di atas itulah yang termasuk karya sastra Hamka. Untuk menunjukkan produktivitas Hamka, perlu disebutkan karya-karya non-sastranya, yaitu:[9] (1). Lembaga Hidup, 1962, (2). Dari Lembah Tjita-tjita, 1967, (3). Antara Fakta dan Khayal “Tuanku Rao”, 1974, (4). Tanya Jawab (I dan II), 1975, (5). Bohong di Dunia, 1975, (6). Sejarah Umat Islam (empat jilid), 1976, (7). Falsafah Hidup, 1970, (8). Lembaga Budi, 1980, (9). Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, 1980, (10). Tasawuf Modern, 1981, (11). Kenang-Kenangan Hidup, 1990, (12). Pelajaran Agama Islam, 1996, (13). Dari Hati ke Hati, 2002, (14). Karena Fitnah, (15). Tuanku Direktur, (16). Pandangan Hidup Muslim, (17). Tafsir Al-Azhar, 30 Juz, (18). Perkembangan Kebatinan di Indonesia[10]
Dalam melihat karya-karyanya yang demikian banyak dengan berbagai disiplin ilmu, maka tidak berlebihan jika Karel A. Steenbrink memosisikannya sebagai pengarang dan wartawan yang sangat produktif.[11]
Masih banyak karya Hamka yang belum dapat penulis sebutkan dalam tesis ini. Hal ini disebabkan karena Penulis belum sempat melacaknya lebih jauh tentang berapa banyak karya yang telah ditulis Hamka.


[1] Hamka, Tasawuf Modern, op.cit., h. Kata Pengantar
[2] Nurcholis Madjid, Islam Agama Peradaban ; Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah,(Jakarta : Paramadina,1995), h. 92-93. Lihat juga Nurcholis Madjid, Dialok Keterbukaan ; Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer,( Jakarta : Paramadina, 1998), h. 319-320
[3] Cetakan terakhir oleh Pustaka Panjimas Jakarta tahun 1994
[4] Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. xi
[5] Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), cet ke-X, h. xi
[6] Ibid
[7]Syamsul Nizar,Memperbincangkan Dinamika intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam,( Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2008),h.57
[8] Nasir Tamara, dkk, Hamka di Mata Hati Umat, op.cit., h. 139
[9] Ibid.,  h. 140
[10] Nasir Tamara, dkk, Hamka di Mata Hati Umat, op.cit., h. 141-142
[11] Sesungguhnya, jauh sebelum lahirnya buku ini, ia telah menulis tema yang sama melalui beberapa karyanya, seperti Agama dan Perempuan(1939), Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli (1940), dan Di Bawah Lindungan ka’bah. Lihat Leon Agusta, “ Diakhir Pementasan yang Rampung”, dalam Natsir Tamara, (eds), HAMKA di Mata,h. 84-85 ; Farshad Poeradisastra, “Memang, Kebenaran Harus tetap Disampaikan” ,dalam Natsir Tamara,(eds), HAMKA di Mata, h.155-156

No comments:

Post a Comment