سبعة أحرف و قراءات سبعة
SAB’AH AHRUF DAN QIRA’AH SAB’AH
PENDAHULUAN
Adalah bangsa Arab bangsa yang
memiliki komunitas yang bermacam-macam dari berbagai cara pelafasan dalam
bentuk suara, huruf-huruf sehingga dibutuhkan suatu pembahasan yang lebih
rincin untuk mendalami perbedaan tersebut dengan penjelasan dan hubungan
komunikasi lebih dalam, yang secara thabi’i (alami) mereka tersebar
diseluruh penjuru Arab dengan dialek yang khas yang tidak dimiliki oleh
komunitas lain selain Arab. Perbedaan lahjah (dialek) itu tentunya
sesuai juga dengan letak daerah dan kultur dari masing-masing masyarakat. Namun
mereka menggunakan bahasa Quraisy sebagai bahasa persatuan dalam berkomunukasi
antar sesama baik dalam berniaga, mengunjungi ka’bah, dan interaksi lainnya.
Dengan demikian halnya, wajarlah
jika Al-Quran diturunkan dalam lahjah
Quraisy kepada Rasul sebagai bentuk politik pemersatu hati bagi bangsa Arab,
pembenaran keindahan bahasa Al-Quran tatkala bangsa Arab tidak dapat menandingi
satu ayat pun yang semisal dengan isi Al-Quran. Apabila bangsa Arab berbeda
cara dalam mengungkapkan sesuatu makna
dengan beberapa tingkatan diantara mereka dari segi dialek bahasa, maka
Al-Quran yang diwahyukan kepada Rasullullah Saw menyempurnakan makna I’jaznya
(keindahan) karena mencakup semua huruf dan corak-corak bacaan pilihan. Dan ini
merupakan salah satu sebab yang memudahkan mereka untuk membaca, menghafal dan
memahaminya.[1]
Menurut
Abu Hatim Al-Sajastaniy tujuh dialek bahasa itu adalah : قريش, هذيل, تميم, الأزد, ربيعة, هوازن, سعد بن بكر , meskipun ada tujuh macam dialek tersebut, namun mayoritas
ulama qira’at berpendapat bahwa tujuh macam huruf dalam masing-masing
dialek bahasa dari dialek-dialek Arab
tersebut tetap intinya dengan makna yang satu.[2]
PEMBAHASAN
SAB’AH AHRUF
1. Landasan dan latar belakang
ومَا أرسَلنَا من رَسُولٍ اِلَّا بلسان قومِه ليُبَيّنَ لَهُم , فيُضِلّ
الله منْ يَشاءُ و يهدى مَن يشَاء, وهُوَ العزِيزُ الحَكيْم (4)
“Kami
tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia
dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa
yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan
Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana” QS.Ibrahim:4
Dalam riwayat Bukhari dan
Muslim dari Umar Bin Khattab ra. berkata : Aku mendengar Hisyam bin Hakim
bin Hizam membaca surat الفرقان pada
masa Rasul Saw, maka aku mendengarkan bacaannya dengan berbagai macam bentuk
bacaan yang belum pernah Rasul Saw membacakannya kepadaku, maka aku ikuti alur
surat yang dibacanya didalam shalat hingga salam, kemudian setelah salam aku membuka/mengurai
dengan selendang yang dipakainya sambil memberikan komentar :
Umar :
“Siapakah yang telah membacakan bacaan seperti itu kepadamu
sebagaimana
yang aku dengar sebentar ini?”
Hisyam :
Rasullullah lah yang telah membacakannya kepadaku
Umar :
Engkau telah berbohong..!
Hisyam :
Demi Allah.. Benar sekali bahwasanya Rasulullah Saw telah
Membacakan surat tersebut kepadaku dengan dialek yang aku
baca,
yang berbeda yang apa yang telah engkau dengar !
Umar :
Maka aku bertolak menghadap baginda Rasul dan mengadukan
hal tersebut kepadanya sambil berkomentar :
“Sesungguhnya aku
mendengar Hisyam membaca surat الفرقان dengan dialek yang
belum pernah engkau bacakan kepadaku wahai
baginda Rasul..
Rasul Saw :
Bacalah wahai Hisyam !!.
Hisyam :
Maka dibacalah oleh Hisyam bacaan dalam surat al-furqan
sebagaimana
yang telah aku dengar tadi.
Rasul Saw :
Seperti itulah Al-Quran diturunkan wahai Umar, kemudian Rasul
menyuruh Umar, Bacalah bacaanmu !
Umar :
Maka aku pun membaca bacaan sebagaimana yang telah
dibacakannya kepadaku.
Rasul Saw :
Seperti itu jugalah Al-Quran diturunkan إن هذا القران
أنزل على سبعة أحرف, فاقرؤوا ما تيسر منه[3]
Dalam riwayat yang sama Ibnu Abbas ra. berkata :
عن ابن عباس رضى الله عنهما انه قال رسول الله صلــــى الله عليه وسلم :
فقال أقرانى جبريل على حرف فراجعته فلم أزل استزيده ويزيدنى حتى انتهى الى سبعة
أحرف
“Dari ibnu Abbas ra. bahwa
ia berkata : Bersabda Rasul Saw : Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf,
maka aku mengulang apa yang telah ia bacakan kepadaku, maka aku terus minta
tambah dalam bacaan tersebut dan ia pun menambahinya hingga berakhir sampai
“tujuh huruf”.[4]
Dari segi definisi حرف itu adalah segala sesuatu yang berada pada sisi,tepi atau
ujung, dengan bentuk jamak أحرف , dari itu semua dapat kita klasifikasikan penggunaan حرف kepada
beberapa arti :
A. Harf itu adalah sesuatu yang
umum, seperti harf Quraisy, harf Tsaqif.
B.
Harf itu
adalah sisi/tepi, seperti kisah Nabi Musa dengan Khudri : فجاء عصفور فوقع علي حرف السفينة فنقر نقرة أو
نقرتين فى البحر فقال الخضر يا موسى ما نقص علمى وعلمك من علم الله إلا كنقرة هذا
العصفور فى البحر
“maka datanglah merpati yang
berdiri ditepi-tepi kapal, maka merpati tersebut melubangi dengan satu lobang
atau dua lubang di laut, Khudri berkata : wahai Musa tidak berkurang (menurut
sebagian ulama ما نقص disini artinya تقريب ) ilmuku dan ilmumu dari ilmu Allah kecuali seperti lubangan
merpati di laut ini”
C. Harf itu berarti corak dari
corak-corak Qira’at, seperti Qira’ah Ibnu mas’ud atau bacaan ibnu
mas’ud.
D. Harf itu berarti الناقة ,
seperti perkataan Ka’ab Bin Zahir حرف أخوها أبوها
من مهجنة
(seperti bahasa/dialek saudaranya, ayahnya dalam bentuk plesteran).
E. Harf bisa berarti bentuk dari
bentuk-bentuk makna, seperti أنزل القران على سبعة أحرف.
F. Harf bisa berarti ayat, seperti
firman Allah QS. Al-Hajj:11 :
وَمِنَ النّاسِ مَن يَعبُد اللهَ عَلَى حَرفٍ, فإنْ أصَابَه خَيرُ اطمَأنّ
به, و إنْ أصابَتْه فِتنَةُ انْقَلَبَ عَلى وجْهِه خَسِرَ الدُنْيَا و الأخرَة, ذَلكَ
هوَ الخُسْرَانُ المُبينَ (11)
“dan
di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi,Maka jika ia memperoleh kebajikan,
tetaplah ia dalam Keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana,
berbaliklah ia ke belakang.
rugilah ia di dunia dan di akhirat. yang
demikian itu adalah kerugian yang nyata”.[5]
Sedangkan سبعة menurut القاضى عيّاض dan orang-orang yang
mengikutinya berpendapat bahwa سبعة adalah bentuk bilangan yang
jumlahnya مبالغة (lebih)
karena kabilah-kabilah orang Arab lebih dari tujuh kabilah.[6]
Dari defenisi diatas dapat diambil pengertian sab’ah ahruf adalah
:
a. Menurut Imam Zarkasyi Sab’ah
Ahruf adalah pengesahan pokok kalimat حرف dari bentuk lafaz-lafaz yang digabungkan (المشتركة) yang membentuk suatu makna yang
berbilang atau banyak, yang datangnya bukan dari Nabi Saw atau dari Sahabat.[7]
b. Menurut Syathibi Sab’ah
Ahruf adalah Qira’at Sab’ah (bacaan/dialek bahsa yang tujuh).[8]
Seperti bahasa قريش, هذيل, تميم, الأزد, ربيعة, هوازن, سعد بن بكر[9]
Untuk memahami pengertian lebih lanjut, ada baiknya diketahui kondisi
sejarah yang melatar belakangi timbulnya dalil-dalil turunnya Al-quran atas
tujuh huruf. Sebagaimana dipahami dari hadis riwayat Muslim dari Ubay bin
Ka’ab bahwa Rasul meminta kemaafan dan keampunan Allah agar Jibril menambah
bentuk bacaan Al-Quran sampai kepada tujuh bentuk ketika ia berada di Adhaah
Bani Giffar, yang maksudnya Quba atau suatu tempat dekat Madinah,
riwayat ini menunjukkan bahwa permohonan untuk keringanan itu tidak terjadi
kecuali setelah hijrah. Hal seperti ini tentunya akan menimbulkan pertanyaan
dikalangan sahabat, mengapa permohonan itu baru
muncul di Madinah sementara ayat-ayat Al-Quran sudah turun selama 13
tahun di Kota Mekkah. Hikmah dibalik semua itu menunjukkan bahwa kebutuhan
kepada bentuk bacaan yang bervariasi itu baru dirasakan di Madinah setelah
tersiar Islam ke berbagai Kabilah dengan berbagai dialek bahasa.
Dengan demikianlah tampaklah
yang dimaksuddengan sab’ah ahruf dalam dalil hadis tersebut adalah tujuh ragam
dialek bahasa, hal ini untuk memudahkan bagi umat dalam membacanya.[10]
2. اختلف العلماء فى تفسير هذه الأحرف اختلافا
كثيرا (Perbedaan pendapat ulama
tentang Sab’ah Ahruf dengan beberapa perbedaan :
A. Sebagian besar ulama
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam bahasa
dari bahasa-bahasa Arab dalam satu makna, maka Al-quran pun diturunkan dengan
sejumlah lafaz yang sesuai dengan ragam bahasa tersebut dengan makna yang satu.
Dan jika tidak terdapat perbedaan, maka Al-quran hanya mendatangkan satu lafaz.
Ketujuh dialek bahasa tersebut adalah : dikatakan قريش, هذيل,
تميم, ثقيف, كنانة, هوازن, اليمن , sedangkan menurut Abu Hatim Al-Sajastaniy tujuh dialek
bahasa itu adalah : قريش, هذيل, تميم, الأزد, ربيعة, هوازن, سعد بن بكر
B. Suatu kaum berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa
Arab dengan nama Al-quran diturunkan, dengan pengertian bahwa kata-kata dalam
Al-quran secara keseluruhan tidak keluar
dari ketujuh bahasa, namun dominannya pemakaian bahasa tersebut adalah dengan
bahasa Quraisy.
C. Sebagian ulama menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh corak, yaitu : الأمر,النهي,
الوعد, الوعيد, الجدل, القصص, المثل (perintah, larangan, janji baik, ancaman,
perdebatan, cerita, perumpamaan)
D. Sebagian ulama menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan “tujuh huruf” adalah tujuh macam hal yang didalamnya
terdapat perbedaan, yaitu : perbedaan asma (kata benda) dalam bentuk
mufrad, muzakkar dan cabang-cabangnya, seperti :
وَالَّذينَ هُمْ لأمَانَاتِهمْ وَعَهدِهمْ راعُونَ (8)
“dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan
janjinya”.
Dibaca لاماناتهم
dalam bentuk mufrad dan jamak dan rasamnya didalam mushaf dalam kata tersebut
mengandung dua macam bacaan. Perbedaan I’rab. Perbedaan dalam segi tasrif.
Perbedaan taqdim dan takhir. Perbedaan ibdal. Perbedaan penambahan dan
pengurangan. Perbedaan dialek.
E. Sebagian ulama ada
yang berpendapat bahwa bilangan tujuh itu tidak dipahami dalam bentuk huruf,
namun ia hanyalah rumusan kesempurnaan menurut kebiasaan orang Arab.
F. Jamaah berkata :
yang dimaksud dengan Ahruf Sab’ah adalah Qira’at Sab’ah, dan yang
paling benar dari kesemua pendapat ini adalah pendapat yang pertama yang
mengatakan tujuh
macam bahasa dalam satu makna .[11]
3. Hikmah diturunkannya Al-Quran atas سبعة أحرف
Dari semua keterangan diatas
tadi dapat kita simpulkan sebuah hikmah diturunkannya Al-Quran dalam tujuh
huruf :
A. تيسير القراءة
والحفظ على قوم أميين (untuk
memudahkan bacaan dan hafalan bagi kaum yang buta huruf atau tidak pandai tulis
baca).
B. إعجاز القران
للفطرة اللغوي عند العرب (bukti
keindahan Al-quran yang memelihara kemurnian bahasa disisi orang Arab).
C. إعجاز القرأن فى
معانيه و أحكامه (bukti
keindahan Al-quran dalam sisi makna-makna dan hukum-hukumnya).[12]
QIRA’AH SAB’AH
1. Pengertian
Secara bahasa Al Qiraat bentuk jamak dari قراءة yang merupakan masdar dari قرأ yang berarti bacaan/tilawah[13],
sedangkan menurut istilah :
مذهب من مذاهب النطق فى القران يذهب به إمام من الأئمة القراء مذهبا يخالف
غيره
“suatu mazhab dari mazhab-mazhab pengucapan Al-Quran
yang dianut oleh seorang imam dari imam-imam Qiraat yang mana mazhab tersebut
berbeda coraknya dengan yang lain”
Dan pengertian ini bersandarkan kepada ketetapan dari Rasulullah Saw
yang melihat kepada masa-masa dimana para Qori memposisikan diri mereka didalam
membaca Al-quran dengan para sahabat, diantara mereka yang terkenal adalah أبي, على, زيت بن ثابت, ابن مسعود, أبو موسى الأشعرى, merelah
yang paling banyak mengambil riwayat, yang kesemua riwayat tersebut shahih
landasannya kepada Rasul Saw.
Dan Imam Al-Zhahabi menyebutkan dalam buku طبقات القراء diantara mereka yang terkenal
dalam membaca Al-Quran dengan qiraat dari kalangan sahabat adalah على, زيت بن ثابت, أبو موسى الأشعرى عثمان, أبو درداء, , dari kalangan Tabiin di Madinah ابن مسيب, عروة, سالم, عمر بن عبد العزيز , Tabiin
Makkah عبيد بن عمير, عطاء بن أبى رباح, طاوس , dari
kufah علقمة, الأسود, مسروق, أبو عبد الرحمن السلمى, dari Basrah أبو علية,
أبو رجاء, الحسن, ابن سيرين , dari Syam المغيرة بن ابى شهاب المخزومى, صاحب عثمان, خليفة بن سعد
Dan adapun para Imam-imam sab’ah yang terkenal diberbagai penjuru
adalah أبو عمرو, نافع,عاصم, حمزة, الكسائى, ابن
عامر, ابن كثير
Dan menurut imam quro’ qiraat itu
bukanlah tujuh huruf sebagaimana yang dimaksudkan pada pembahasan terdahulu,
meskipun kesamaan bilangan diantara keduanya mengambarkan demikian, ini yang
paling benar menurut ahli qiraat, sebab qiraat hanya merupakan mazhab bacaan
para Imam, yang menurut para ijma’ masih sah untuk digunakan umat sampai saat
ini, yang sumber perbedaan itu terletak pada corak bacaan, cara pengucapan dan
pelaksanaan seperti إمالة, إدغام, إظهار, إشباع, مد, قصر, تشديد, تفخيم,
ترقيق namun semuanya itu hanya
berkisar dalam satu huruf yaitu حرف قريش[14] .
2. Sebab peringkasan Qiraat menjadi tujuh bacaan
Dalam keterangannya Manna’ Khalil Al-Qattan menyebutkan, sebab yang
paling mendasar mengapa diringkas menjadi tujuh adalah dikarenakan jumlah
perawi dari kalangan imam-imam qiraat sangat banyak sekali, maka tatkala
dilakukan peringkasan, dipilihlah dari qiraat-qiraat tersebut yang sesuai
dengan khat mushaf dengan acuan mudah menghafalnya, terbukti pembenaran
bacaannya, dan orang tersebut terkenal dengan tsiqqah dan amanah, panjang
umurnya dalam mendalami dan menekuni bacaan qiraat dan adanya sekepakatan untuk
hanya mengambil bacaan dari satu Imam, bukan dari banyak Imam serta ia tidak
pernah meninggalkan pemindahan ilmu qiraat tersebut dengan imamnya dan hanya
kepada guru itu saja megambilan bacaan, seperti bacaan يعقوب الحضرمي, أبو يعفلر المدني, شيبة بن نصاع[15] .
3. Pembagian Qiraat, hukum dan
keakuratan-keakuratannya
Sebagian ulama menyebutkan keakuratan hukum qiraat
ada yang mutawatir, ahad, syaz. Mereka menjadikan mutawatir itu adalah
qiraat sab’ah karena terjauh dari unsur
dusta dan sanadnya pun bersambung sampai kepada Rasul Saw, dan ahad tiga
qiraat sebagai penyempurna menjadi qiraat ‘asyarah (sepuluh), dan sisa
selain itu adalah qiraat Syaz.
Ciri-ciri perbandingan dalam pemakaian qiraat
yang shahih (benar) :
A. Sesuai
bacaannya tersebut dengan bahasa Arab dari berbagai macam corak, sama saja
halnya fasih atau lebih fasih .
B. Sesuai
bacaan tersebut dengan salah satu mushaf-mushaf ‘Ustmani meskipun masih ada
kemungkinan kekhawatiran. Karena para sahabat dalam menulis mushaf-mushaf
‘Usmani sangat bersungguh-sungguh dalam mengoreskan tulisan khat namun sesuai
dengan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam mengetahui qiraat.
C. Bacaan
qiraat tersebut harus shahih sanad-sanadnya.
Meskipun qiraat itu sunnah dalam mengikutinya
namun harus dengan landasan dan pegangan yang shahih riwayatnya.[16]
Pembagian qiraat :
A. Qiraat Mutawatir : qiraat yang dinukil
dari seorang perawi yang tidak mengandung unsur dusta atau berbohong sampai
kepada akhir sanad.
B. Qiraat Masyhur : qiraat yang benar
perawinya namun belum mencapai derajat mutawatir.
C. Qiraat Ahad : qiraat yang sah sanadnya
dan berbeda rasamnya atau keArabanya atau tidak masyhur sebagai mana
terkenalnya qiraat-qiraat sebelumya. Contoh
Apa yang diriwayatkan oleh Abi bakrah :
bahwasanya Nabi Saw membaca surat ar-rahman ayat 79 dan Ibnu Abbas dalam surat At-taubah
ayat 128 :
مُتّكِئينَ عَلَى
رَفَارَفٍ خُضْرٍ وَّ عَبَاقَرىٍّ حِسَان (79)
“mereka
bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah”.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُ
مِّنْ أَنْفُسَكُم عَزِيْزٌ عَلَيهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ
رَؤُوْفُ رَّحِيْم (128)
"sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi
Penyayang terhadap orang-orang mukmin". Dengan memberikan baris fatah
pada huruf سـ.
D. Qiraat
Syaz :
Qiraat yang tidak sah sanadnya. Contoh
مَلَك يومَ الدين – الفاتحة:4 , dengan shighad madhi dan menasabkan
اليوم
E. Qiraat Maudhu’ : Qiraat yang tidak ada asalnya.
F. Qiraat
Mudarraj : Qiraat yang ada penambahan bacaan kata didalam bentuk tafsiran ayat.
Contoh
لَيسَ عَلَيكم جنَاح أَن تَبتَغوا فَضلًا من رَبِّكم فى مواسم الحج,
فإذا أَفَضتم من عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا الله عندَ المَشعَر الحَرَام, وَاذكُرُوهُ
كَمَا هَدَاكم وَإن كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّــالِيْن (198)
“tidak
ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.
Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
Termasuk orang-orang yang sesat”. Dengan ditambahnya فى مواسم
الحج pada kalimat diatas.[17]
4.
فوائد الإختلاف فى القراءات الصحيحة
(Manfaat-manfaat perbedaan qiraat yang shahih)
A.
Menunjukan betapa terjaga dan
terpeliharanya kitab Allah Swt dari perubahan dan penyimpangan, padahal banyak
dalam bentuk segi bacaan yang bermacam-macam.
B.
Meringankan dan memudahkan
umat dalam membacanya
C.
Bukti keindahan Al-quran
secara menyeluruh karana setiap qiraat mengandung unsur-unsur hukum syara’
tanpa perlu pengulangan lafaz.
D.
Sebagai penjelasan apa yang
mungkin masih global dalam qiraat lain.
5.
Peranan Qiraah
Sab’ah dalam penafsiran
Imam Al-Zarkasyi memberikan penjelasan bahwa
makna yang terkandung dalam qiraat dapat juga menimbulkan peranan perbedaan
dari segi hukum. Karena itulah para ulama fiqh membuat hukum batalnya wudhu’
orang yang bersentuhan dengan lawan jenis dan tidak batalnya atas dasar qiraat
pada kata لمستم dan لامستم
demikian juga halnya boleh mencampuri istri yang ketika telah terputus haidnya
dan tidak boleh hingga ia mandi, hal ini berdasarkan perbedaan mereka dalam
memahami ayat حتى يطهرن
[18]
Berdasarkan contoh diatas dapat kita petik
sebuah peranan penting adanya qiraat dalam memberikan penjelasan hukum-hukum
syara’ sebagai penerang hukum dalam sisi-sisi kehidupan kita.
PENUTUP
Demikianlah beberapa
penjabaran dan ulasan tentang sab’ah ahruf dan qiraat sab’ah yang
memberikan keterangan-keterangan hukum didalamnya kepada kita, untuk kita
amalkan dan untuk kita jadikan pendalaman ilmu dalam menyikapi
perbedaan-perbedaan yang ada.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul
Wahab, Qudriy bin Muhammad, الأداب والمنح الربانية فى أصول الشاطبية
والدرة المضية ,Kuwait: وزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية 2007/1428, Cet.2
Al-Matrudi, Abdurrahman
bin Ibrahim, الأحروف القرأنية السبعة , Riyadh: Dar
‘Alim Al-Kutub,1991
Al-Zarkasyi, Imam Badruddin Muhammad Bin Abdullah, البرهان فى علوم القران Beirut: Dar-Fikri, 1980, Cet.3, jld.1
Al-Qottan, Manna’ Khalil. مباحث فى علوم القران, t.p,t.th
Ali , Atabik, A. Zuhdi Muhdhor. قاموس "كرابياك" العصرى عربى إندونسى,
Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998
Al-shalih, Subhi, مباحث فى علوم القران,
Beirut: Dar al-ilm, 1998
Al-Shabuniy, Muhammad Ali, studi ilmu Al-Quran, terjemahan dari
judul
asli التبيان في علوم
القران Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1998, Cet.1
[3] .
Qudriy bin Muhammad bin Abdul Wahab, الأداب والمنح الربانية فى أصول الشاطبية والدرة المضية , (Kuwait: وزارة الأوقاف والشؤون الإسلامية , 2007/1428), Cet.2, h.142.143
[5] . Abdurrahman bin Ibrahim
Al-Matrudi, الأحروف القرأنية السبعة , (Riyadh: Dar-‘Alim
Al-Kutub,1991)و h. 9-10
[13] . Atabik Ali, A. Zuhdi
Muhdhor, قاموس "كرابياك" العصرى عربى
إندونسى, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika), Cet.8, h.1141
[18] . Imam Badruddin Muhammad
Bin Abdullah Al-Zarkasyi, البرهان فى علوم
القران , (Beirut: Dar-Fikri, 1980),
Cet.3, jld.1, h.326
Good
ReplyDelete